Indonesia yang sejauh ini dipandang sebagai barometer risiko di pasar negara berkembang, mencatat minat pemodal asing terendah dalam gelar lelang surat utang negara yang dilangsungkan kemarin. Imbal hasil obligasi negara juga melesat ke level tertinggi dalam enam bulan terakhir pada Agustus terpicu oleh arus keluar modal asing.
Kementerian Keuangan mencatat, dalam lelang SUN kemarin, incoming bids dari pemodal asing cuma Rp1,68 triliun. Sementara pada 4 September, pemodal asing mencetak posisi jual bersih US$82,7 juta di pasar SBN mengantarkan kepemilikan asing menurun ke posisi Rp844,54 triliun, seperti ditunjukkan oleh data pemerintah terbaru.
Indonesia bukan satu-satunya. Pola serupa juga terjadi di Thailand yang menyaksikan peningkatan arus keluar modal asing dan di Korea Selatan mencatat nilai beli asing terendah sejak Februari.
Realita terbaru yang terpampang di emerging market Asia itu menjadi kabar buruk lanjutan bagi para pelaku pasar global yang sebelumnya sudah dipaksa menelan kenyataan pahit bahwa bunga acuan tinggi the Fed kemungkinan akan bertahan lebih lama dari prediksi semula. Probabilitas kenaikan bunga the Fed 25 bps pada akhir kuartal IV-2023 semakin tinggi.
Inflasi harga beras
Indonesia menyaksikan lonjakan harga beras tertinggi sejak 2015 pada bulan lalu dengan kenaikan hampir 14% year-on-year, menurut catatan Badan Pusat Statistik.
Inflasi Agustus bergerak ke 3,27% secara tahunan, lebih tinggi dibanding Juli di angka 3,08%. Sementara secara bulanan, Agustus justru mencatat deflasi 0,02% di luar prediksi mayoritas ekonom yang memperkirakan masih akan ada inflasi 0,05%.
Akan tetapi, harga beras mencatat inflasi atau kenaikan harga pada Agustus lalu, sejurus dengan komoditas lain seperti cabai merah, rokok kretek filter dan cabai rawit. Di tingkat petani, demikian lapor BPS, Gabah Kering Panen (GKP) naik 3,62% month-to-month pada Agustus, dan Gabah Kering Giling (GKG) naik 5,82%.
Harga beras di penggilingan pada Agustus pun naik 2,59%.
"Di tingkat grosir, harga beras naik 1,02% secara bulanan dan di tingkat eceran naik 1,43%. Meskipun secara umum [Agustus] deflasi, beras tetap mengalami inflasi dengan andil 0,05%," kata Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini.
Para ekonom masih cenderung memperkirakan, tren penurunan inflasi masih akan berlanjut apabila pengendalian harga pangan bisa berjalan efektif.
"Kami perkirakan inflasi tahun ini di angka 3% bila pemerintah secara aktif mengelola harga pangan dan rantai pasokan," kata Ekonom Senior Bank Mandiri Faisal Rachman.
(rui)