Terutama didorong oleh kontraksi yang terjadi dalam bisnis baru, karena permintaan dilaporkan telah diredam oleh kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi.
Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, investor mencerna rilis data Factory Orders AS yang memperlihatkan pesanan baru untuk barang barang yang di produksi di AS turun 2,1% mtm pada Juli, sedikit lebih baik dari ekspektasi pasar yang turun 2,5% mtm dan berbalik arah dari kenaikan 2,3% mtm pada Juni.
Ini adalah penurunan Factory Orders yang pertama setelah sebelumnya mencatatkan kenaikan selama empat bulan berturut-turut.
“Pelaku pasar berspekulasi ada 93% peluang Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan di bulan September dan memprediksi sekitar 54% peluang Federal Reserve menahan kenaikan suku bunga di bulan November,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, The Fed mencatatkan dalam survei Beige Book-nya bahwa pertumbuhan ekonomi AS dan pasar tenaga kerja melambat pada bulan Juli dan Agustus.
"Sebagian besar distrik mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang moderat," kata The Fed pada Rabu (6/9/2023) dalam laporan tersebut, yang diterbitkan dua minggu sebelum setiap pertemuan penetapan suku bunga.
Laporan tersebut mengindikasikan bahwa konsumen AS tetap kuat, terutama dalam hal pengeluaran untuk perjalanan dan layanan lainnya, tetapi juga menunjukkan tanda-tanda keretakan di ekonomi.
Sebelumnya, Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengatakan, para pembuat kebijakan dapat "Berhati-hati" dalam melakukan pelonggaran mengingat data terbaru yang menunjukkan inflasi terus melonggar.
"Tidak ada yang mengatakan bahwa kami perlu melakukan sesuatu secara mendadak dalam waktu dekat," kata Waller kepada CNBC.
Sementara itu, Presiden Federal Reserve Bank of Cleveland, Loretta Mester mengatakan, Bank Sentral mungkin perlu menaikkan suku bunga "Sedikit lebih tinggi," tetapi tidak menyatakan apa yang harus dilakukan oleh pejabat pada pertemuan berikutnya.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat ke 6.995 disertai dengan munculnya volume pembelian.
“Terdapat dua hal pada pergerakan IHSG, di mana IHSG saat ini masih berada pada bagian dari wave v dari wave (i) sehingga IHSG masih berpeluang menguat menguji 7.025-7.072,” papar Herditya dalam risetnya pada Kamis (7/9/2023).
Herditya juga memberikan catatan, waspadai akan adanya pertanda awal koreksi dari IHSG, di mana IHSG sedang berada di awal wave (ii) sehingga IHSG akan rawan terkoreksi ke rentang 6.841-6.907.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut, AKRA, IMJS, MDKA dan SULI.
Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG masih rawan konsolidasi, dengan indikator Stochastic RSI terindikasi overbought.
“IHSG uji level psikologis 7.000 di Rabu (6/9). Terbentuk upper shadow panjang dari pergerakannya. Stochastic RSI terindikasi overbought. Terakhir, terdapat kecenderungan penurunan volume transaksi. Mempertimbangkan kondisi tersebut, IHSG masih rawan terkoreksi/konsolidasi di sisa pekan ini. Tetap waspadai potensi koreksi ke kisaran 6.950–6.980,” tulisnya.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham komoditas yang masih berpotensi menguat, diantaranya PTBA, HRUM, PGAS dan INDY.
Kemudian, perhatikan potensi rotasi ke saham-saham unggulan TLKM, INDF, ICBP, UNVR dan BRIS.
(fad/rui)