Pemimpin de facto Arab Saudi, Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman, melakukan intervensi di Yaman pada 2015 untuk memulihkan pemerintahan yang bersahabat setelah pejuang Houthi yang didukung oleh Iran merebut sebagian wilayah negara itu, termasuk ibu kota Sanaa.
Kampanye tersebut menghancurkan Yaman tetapi gagal menggulingkan Houthi, yang membalas dengan serangan roket dan drone pada infrastruktur minyak di wilayah Arab Saudi.
Keinginan Pangeran Mohammed untuk menetralisir ancaman regional terhadap rencana transformasi ekonominya yang ambisius, dikenal sebagai Visi 2030, mendorongnya untuk memulihkan hubungan dengan Tehran awal tahun ini, dalam kesepakatan yang ditengahi oleh China.
Kesepakatan tersebut telah membantu meredakan pertempuran di Yaman, memperbaiki hubungan antara kedua rival tersebut, dan mengurangi ketegangan lebih luas di Timur Tengah.
"Apa yang terjadi di masa lalu adalah pelajaran yang kami ambil dan gunakan untuk membangun masa depan," kata Pangeran Mohammed kepada Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amirabdollahian, saat berkunjung ke kota pelabuhan Arab Saudi, Jeddah, bulan lalu.
(bbn)