Nilai tukar rupiah sejauh ini memang masih cukup 'beruntung' dibanding mata uang Asia lain, dengan menyisakan return positif 2% bila membandingkan posisi penutupan akhir tahun lalu.
Akan tetapi, dengan harga beras yang diprediksi akan terus melesat naik sejurus dengan ketatnya pasokan akibat gagal panen efek kemarau panjang, ditambah kenaikan BBM karena harga minyak, hantu inflasi kembali datang menyalakan lagi kekhawatiran itu akan mengundang lagi siklus pengetatan moneter.
"Dalam lingkungan inflasi yang lebih luas, episode inflasi pangan. yang lebih tinggi atau guncangan harga lain, itu bisa memperburuk dampak lanjutan dan mengakibatkan kebijakan bunga lebih tinggi untuk waktu lebih lama," komentar Rajeev De Mello, Portfolio Fund Manager Gama Asset Management SA, seperti dikutip dari Bloomberg News, Rabu (6/9/2023).
Analis memberi peringatan agar investor mewaspadai negara-negara di mana tingkat imbal hasil obligasinya berada di bawah tingkat inflasi. Indonesia sejauh ini masih mencatat selisih positif di mana inflasi Agustus di angka 3,24% dan yield SUN 10 tahun di kisaran 6,4%.
Jelang penutupan pasar hari ini, nilai tukar rupiah mencatat pelemahan ke Rp15.293/US$ dengan tingkat imbal hasil SUN 10 tahun 6,52%.
Arus Keluar Modal Asing
Indonesia yang sejauh ini dipandang sebagai barometer risiko di pasar negara berkembang, mencatat minat pemodal asing terendah dalam gelar lelang surat utang negara yang dilangsungkan kemarin. Imbal hasil obligasi negara juga melesat ke level tertinggi dalam enam bulan terakhir Agustus lalu terpicu oleh arus keluar modal asing.
Kementerian Keuangan mencatat, dalam lelang SUN kemarin, incoming bids dari pemodal asing cuma Rp1,68 triliun. Sementara pada 4 September, pemodal asing mencetak posisi jual bersih US$82,7 juta di pasar SBN mengantarkan kepemilikan asing menurun ke posisi Rp844,54 triliun, seperti ditunjukkan oleh data pemerintah terbaru.
Indonesia bukan satu-satunya. Pola serupa juga terjadi di Thailand yang menyaksikan peningkatan arus keluar modal asing dan di Korea Selatan mencatat nilai beli asing terendah sejak Februari.
Realita terbaru yang terpampang di emerging market Asia itu menjadi kabar buruk lanjutan bagi para pelaku pasar global yang sebelumnya sudah dipaksa menelan kenyataan pahit bahwa bunga acuan tinggi the Fed kemungkinan akan bertahan lebih lama dari prediksi semula. Probabilitas kenaikan bunga the Fed 25 bps pada akhir kuartal IV-2023 semakin tinggi.
Sinyal Kenaikan Bunga Acuan
Beberapa negara di Asia mencatat lonjakan inflasi lagi seperti Filipina, Korea Selatan dan India, terutama akibat dampak topan musiman dan disrupsi pasokan pangan karena El Nino ditambah kebijakan pengetatan ekspor beras oleh India.
Mulai menggeliatnya lagi inflasi tak ayal menyalakan lagi sinyal kenaikan bunga acuan. Bank of Korea, sebagai contoh, telah melontarkan sinyal bahwa peluang kenaikan bunga acuan terbuka. Begitu juga bank sentral Filipina, Banko Sentral ng Pilipinas yang juga melempar indikasi bahwa mereka telah siap menyesuaikan kebijakan moneter untuk mencegah lonjakan inflasi lebih jauh.
Ekonom Bloomberg Economics Tamara M. Henderson menyoroti terbukanya ruang kenaikan bunga acuan di Filipina. Sementara analis RBC Capital Alvin Tan, menilai, bank sentral di kawasan Asia perlu menjaga keseimbangan antara kebutuhan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan inflasi yang masih keras kepala.
Kelompok makanan dan minuman menyumbang sedikitnya seperempat dari total indeks harga konsumen di Indonesia dan hampir separuh dari IHK India.
Indonesia Aman?
Indonesia menyaksikan lonjakan harga beras tertinggi sejak 2015 pada bulan lalu dengan kenaikan hampir 14% year-on-year, menurut catatan Badan Pusat Statistik.
Inflasi Agustus bergerak ke 3,27% secara tahunan, lebih tinggi dibanding Juli di angka 3,08%. Sementara secara bulanan, Agustus justru mencatat deflasi 0,02% di luar prediksi mayoritas ekonom yang memperkirakan masih akan ada inflasi 0,05%.
Akan tetapi, harga beras mencatat inflasi atau kenaikan harga pada Agustus lalu, sejurus dengan komoditas lain seperti cabai merah, rokok kretek filter dan cabai rawit. Di tingkat petani, demikian lapor BPS, Gabah Kering Panen (GKP) naik 3,62% month-to-month pada Agustus, dan Gabah Kering Giling (GKG) naik 5,82%.
Harga beras di penggilingan pada Agustus pun naik 2,59%.
"Di tingkat grosir, harga beras naik 1,02% secara bulanan dan di tingkat eceran naik 1,43%. Meskipun secara umum [Agustus] deflasi, beras tetap mengalami inflasi dengan andil 0,05%," kata Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini.
Sepanjang tahun ini hingga Agustus, BPS mengungkapkan beras mengalami inflasi 7,99% year-to-date. Dari 90 kota Indeks Harga Konsumen, 86 kota mengalami inflasi beras selama 8 bulan terakhir.
Namun, para ekonom masih cenderung memperkirakan, tren penurunan inflasi masih akan berlanjut apabila pengendalian harga pangan bisa berjalan efektif.
"Kami perkirakan inflasi tahun ini di angka 3% bila pemerintah secara aktif mengelola harga pangan dan rantai pasokan," kata Ekonom Senior Bank Mandiri Faisal Rachman.
Berdasarkan asumsi itu, tidak ada peluang bagi kenaikan bunga acuan Indonesia meskipun nilai rupiah masih akan menghadapi ketidakpastian eksternal yang tinggi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam kesempatan sebelumnya masih optimistis inflasi domestik akan tetap terkendali di kisaran target BI yaitu sebesar 2,9% pada 2023 dan selanjutnya akan semakin melandai ke 2,7% pada 2024.
-- dengan bantuan laporan dari Krizia P. Kinanti.
(rui/aji)