"Suara NU akan ditentukan beberapa faktor termasuk respons koalisi lain apakah akan mengambil varian dari ceruk itu. Kalau misal ya maka kemungkinan basis suara NU akan terpecah dan akan mengalami sebaran ke tokoh-tokohnya dan nature-nya memang bahwa pimpinan NU bukan guarantee bagi pemilih," kata Ahmad Khoirul Umam saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu pagi (6/9/2023).
Dia membeberkan beberapa faktor yang bisa menggambarkan dukungan suara NU di Pemilu 2024 mendatang. Pertama, suara akan terbagi jika capres lain menggaet tokoh NU. Kedua, seberapa optimal Muhaimin meyakinkan simbol-simbol politik suara nahdliyin terhadap Anies Baswedan yang selama ini memiliki stereotip "kanan" dan berbeda dengan arah politik PKB dan NU.
Apalagi selama ini Cak Imin sudah lebih sering menyosialisasikan nama Prabowo di kalangan pesantren dan kiai dan sekarang harus berganti dengan Anies. Ia memang sempat digadang-gadang menjadi bakal cawapres prioritas Prabowo ketika masih mengusung Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Partai Gerindra.
"Statement Gus Yaqut juga keras dan tendensius sepertinya dialamatkan ke pak Anies. Nah maka hal ini akan menambah potensi fragmentasi di tubuh nahdliyin yang memang hampir tak pernah terkonsolidasi di satu nama," lanjut Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) ini.
Faktor lainnya yang menurut dia juga perlu dipertimbangkan yaitu seberapa mampu Cak Imin masuk ke Koalisi Perubahan karena selama ini dia bagian dari pemerintah dan pro keberlanjutan program Jokowi.
"Kemarin disampaikan itu unsur dalam fiqih bahwa mengambil yang baik dari yang sudah ada dan melakukan perbaikan pada yang kurang baik oke saja. Diakui atau tidak bagi masyarakat Indonesia secara umum melihat PKB representasi keberlanjutan dibanding perubahan ini menjadi tantangan besar," imbuhnya.
Belum lagi soal akan satu kubunya PKB dan PKS dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang belum tentu menjadi preseden yang akan diterima oleh para kiai dan warga NU mengingat dua partai itu berada dalam kutub yang berbeda. Keberadaan PKS di gerbong pendukung Cak Imin bisa membuat warga NU berpikir dua kali untuk mendukungnya.
"Di acara Mata Najwa (katanya) ada aspirasi kiai di Jatim kalau bisa PKS tak usah saja ikut di koalisi itu bahkan ada statement Cak Imin alhamdullilah PKS tak hadir (deklarasi) dan itu pandangan politik yang betul-betul genuine karena (PKS-PKB) seperti air dan minyak. Ini perlu diantisipasi Anies-Muhaimin," lanjut Khoirul.
Sementara Dekan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Mas'udi menyampaikan hal senada bahwa suara nahdliyin memang jelas tak hanya ke PKB. NU sendiri adalah komunitas kultural yang melampaui batas teritorial wilayah. Misalnya sekalipun Cak Imin berasal dari Jatim namun belum tentu suara NU Jatim akan mayoritas ke pasangan calon tersebut. Sebaliknya, sekalipun dia bukan dari Jateng, bisa saja Cak Imin merebut suara NU di Jateng. Diketahui Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk wilayah kunci di mana persebaran warga NU cukup besar. Dua provinsi ini memang menjadi kunci bagi kemenangan pasangan capres-cawapres.
"NU lebih pada komunitas kultural dibandingkan komunitas karena sebuah organisasi yang rapi. Oleh karena itu karena kultural tak bisa dimobilisasi ke satu tempat apalagi di NU banyak ini kelompok dan ada perempuan NU juga banyak ya misalnya Fatayat dan Muslimat dan masing-masing punya kepemimpinan organisasi sendiri dan mempengaruhi sikap politik. Dalam sejarahnya tidak pernah ada suara NU itu akan solid. Jadi ada preferensi tadi," kata Wawan saat dihubungi pada Selasa malam (5/9/2023).
Dia juga menyinggung soal kemungkinan tidak mudahnya Anies diterima di kalangan warga NU karena selama ini bak berada pada kutub politik dan aliran yang berbeda. Namun kehadiran Cak Imin ibarat pencucian citra Anies.
"Deklarasi itu memang memberi citra baru pada Anies yang selama ini dianggap tidak moderat. Jadi pencucian gitu ya, pak Muhaimin ini ibarat mencuci pak Anies lalu seberapa efektif menarik massa NU ini yang akan kita lihat nanti," kata dia.
Menurutnya, Muhaimin dan Anies butuh kerja keras untuk bisa meraup suara NU. Apalagi sebentar lagi dalam waktu dua bulan akan mulai pendaftaran capres dan cawapres ke KPU RI. Pasangan Amin harus bisa masuk ke elemen-elemen NU termasuk ke organisasi, jaringan pesantren hingga kiai NU. Sayangnya playing field yang akan mereka masuki akan menantang karena bukan ruang hampa yang tak dicampuri kepentingan politik lainnya. Pada saat inilah kelihaian dua calon ini akan diuji.
"Ketika pak Anies-Muhaimin masuk ini ada kekuatan lain yang juga masuk. Itu tergantung juga kedekatan secara emosional dan secara program mungkin maupun kompensasi yang lain bisa cukup meyakinkan kelompok-kelompok yang didatangi. Itu memang mau tidak mau cepat satu dua bulan dalam politik itu just too short untuk persiapan," ujar Wawan.
Figur lain NU
Belum dideklarasikannya bakal calon wakil presiden oleh koalisi lain membuat prediksi masih cair soal ke mana suara NU dominan tersebut. Namun belakangan memang muncul calon-calon yang terafialisi dengan NU antara lain Ketua Umum Muslimat yang juga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa dan Menteri BUMN Erick Thohir. Diketahui Erick belum lama ini mendapatkan predikat kader Banser NU dan dalam beberapa kesempatan tampak kedekatan Erick dengan para tokoh NU.
Wawan mengatakan, seandainya Erick menjadi cawapres, dia tidak akan menggunakan dirinya sendiri untuk merebut calon pemilih melainkan tokoh NU yang akan menggerakkan mesin politiknya.
"Bisa didukung oleh tokoh-tokoh yang kebetulan punya alignment dengan pak Erick. Jadi nanti yang menggerakkan orang NU mau memilih pak Erick bisa jadi bukan karena ingin memilih Ericknya tapi karena alignment tokoh di sekitar Erick. Anggaplah contoh tadi pak Yaqut menunjukkan kedekatan dan punya preferensi maka koordinasi pak Yaqut bisa jadi masuk ke pak Erick. Jadi situ ada proxy," kata dia.
Berbeda dengan Cak Imin, Erick tidak langsung terkoneksi dan harus ada yang menjembatani dengan para calon pemilih dari kalangan nahdliyin. Sementara bila Khofifah maju menjadi bakal calon presiden, suara NU jelas dengan cepat bisa terdiversifikasi karena Khofifah adalah figur yang sejak lama berakar dan berada di NU.
"Saya tidak lihat perpecahan ya dalam konteks diversifikasi dan ini ditentukan sub-sub kekuatan kelompok di NU tadi arahnya ke situ," kata Wawan.
Kalau ada capres yang mengatasnamakan NU tetapi bukan pengurus NU, itu tidak dibenarkan. Kalau ada pengurus NU kemudian menggunakan lembaga NU untuk kegiatan politik, politik praktis, langsung kita tegur
Gus Yahya
Sementara Khoirul Umam menilai, figur Khofiah memang cukup kuat di NU namun demikian dia memprediksi bahwa mantan Menteri Sosial itu kemungkinan tidak akan maju. Dia sempat menyinggung belakangan muncul nama-nama lain dari kalangan NU seperti Menko Polhukam Mahfud MD dan bahkan juga KH Said Aqil Siradj dan juga ada Habib Lutfi.
Terkait dengan Erick Thohir, Khoirul Umam menilai keberadaan Erick sekalipun merupakan hasil naturalisasi tidak bisa diabaikan. Menurutnya, Erick jelas punya kedekatan dengan ormas Islam terbesar itu.
"Tapi setidaknya dia memiliki kedekatan dengan NU meskipun PBNU mengatakan mereka netral dan sebagainya tapi Sekjennya Gus Ipul pernah memberikan statement ke pak Erick kan," tutup Khoirul soal kedekatan Erick dengan para elite NU itu.
(ezr)