Logo Bloomberg Technoz

Ombudsman menyatakan ada beberapa hal yang menjadi temuan pihaknya. Pertama, tidak menemukan tim survei Kemenes dalam kasus ini sejak awalnya ada kasus GGAPA yang muncul. Kedua, Kemenkes dianggap tidak konsisten menanggapinya padahal seiring bertambah kasus maka pemerintahan bisa merencanakan menjadi kasus luar biasa (KLB). Kemenkes dianggap cenderung pasif hanya merespons kasus yang sudah ada.

Dalam kesimpulan kami, Kemenkes dan BPOM itu melakukan maladministrasi

Ahmad Sobirin (Ombudsman RI)

Ketiga, pemerintah dianggap kurang kompetetn dalam penegakan peraturan secara luas khususnya dalam hal tenaga kesehatan dan tata laksana penanganan GGAPA akibat zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).

"Karena pada akhir September itu sebenarnya Direktorat Jenderal Kesehatan mengeluarkan edaran, tapi kami menemukan dibeberapa tempat itu ada tata laksana pelayanan  kesehatan yang tidak menghiraukan surat edaran itu," lanjutnya.

Keempat kata dia, pemerintah tidak menyampaikan informasi kepada masyarakat secara luas mengenai kesimpulan GGAPA pada anak termasuk apa itu GGAPA akibat cemaran EG dan DEG yang dikonsumsi melalui obat sirup pada anak. Untuk itu, Kemenkes menurutnya perlu menyampaikan secara berkala informasi penanganan tentang kasus ini.

Sementara soal Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ombudsman menilai BPOM tidak melakukan pengawasan yang efektif dan komprehensif terkait pengawasan farmakope evidence. Padahal produsen farmasi harus menyampaikan laporan tiap tahunnya dan sifatnya wajib. Kepatuhan industri farmasi kata dia adalah tanggung jawab BPOM.

Ketua BPOM karena itu diminta mengevaluasi laporan farmakope evidence tak terkecuali kepada semua produsen farmasi yang mengedarkan obat sirup.

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Desi seorang ibu pasien yang menjadi korban GGAPA menjelaskan bahwa kini anaknya masih dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Anak itu kini dalam kondisi yang bisa dikatakan lumpuh. Namun dia berharap dengan menuntut tanggung jawab pemerintah, perawatan anak tersebut bisa terjamin hingga si anak sembuh.

Awal mulanya kata dia si anak mengalami batuk demam pada September 2020 kemudian diberikan obat sirup produksi Afi Farma. Obat itu diresepkan dokter dan kemudian dikonsumsi selama 2 hari namun akhirnya membawa efek buruk.

"Hari itu dia muntah, terus diare. Dia bilang, bunda (saya) mau pipis. Dia bilang tapi enggak bisa keluar (pipisnya). Besok paginya saya bawa ke RS yg sama, besoknya lagi di cek darahnya. Langsung dirujuk ke RSCM," kata Desi.

Menurut dokter saraf yang merawat anaknya, disebut bahwa ada efek terhadap saraf sang anak dari zat yang dikonsumsi itu. Desi karena itu mengatakan harus ada jaminan lanjutan pengobatan dan dia bertekad tak mau berhenti berharap nantinya Sheena, anaknya itu akan pulih kembali.

"Tapi sampai saat ini masih belum ada yang peduli. Sampai saat ini Sheena masih dirawat di RSCM. Keadaannya (saat ini) sedang lumpuh, tapi saya tidak mau bilang anak saya lumpuh," kata dia lagi.

Para korban/penggugat dalam kasus Gagal Ginjal Akut menghadiri sidang lanjutan class action, Selasa (7/2/2023). (Bloomberg Technoz/ Sultan Ibnu Affan)

Sementara itu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengklaim tak mengetahui penyebab kematian dari pasien terakhir GGAPA yang meninggal dunia. Hal ini disampaikan setelah BPOM memeriksa sampel obat turun panas sirup merk Praxion. Obat sirup itu yang dikonsumsi korban sebelum gejala gagal ginjal anak muncul.

"BPOM terus koordinasi dengan Kemenkes dan melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab kasus tersebut," kata Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM, Togi Junice Hutajulu pada video YouTube BPOM, Rabu (8/2/2023).

Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM, Togi Junice Hutadjulu. (Tangkapan Layar Youtube BPOM)

Menurut dia, hasil laboratorium (lab) BPOM sama dengan pemeriksaan yang dilakukan PT Pharos Indonesia, sebagai produsen obat sirup Praxion. Perusahaan tersebut melakukan tiga pemeriksaan yang dilakukan pada laboratorium internal, serta dua laboratorium independen yaitu Lab Saraswati Indo Genetech dan Lab Sucofindo.

Adanya perbedaan hasil pemeriksaan sampel lab ini sempat disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin saat rapat dengan Komisi IX DPR. Dia mengatakan karena itu Kemenkes sudah meminta 4 laboratorium lain untuk ikut mengujinya.

"Satu lab positif, lab BPOM tidak positif, Labkesda DKI tidak positif. Kemenkes sudah mengirim ke 4 lab independen lain. Untuk bisa memastikan hasilnya seperti apa nanti kalau sudah final saya juga sudah minta ke bu dirjen untuk mengumumkan bersama-sama," kata Menkes Budi saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada Rabu (8/2/2023) sebagaimana dalam video yang dirilis TV Parlemen.

GGAPA di Indonesia kini sudah ditemukan hingga 326 kasus. 

(ezr)

No more pages