Padahal, kata dia, Kementerian Perdagangan sudah memiliki aturan yang menyebutkan pasar modern harus mengalokasikan tempat untuk produk lokal.
“Itu yang kami lihat tidak secara fair diterapkan. Jadi kalau brand-brand itu mereka satu grup ya, itu mereka sudah bisa tag (booking) duluan ibaratnya, nanti begitu brand lokal mau masuk sudah full booked atau di tempat yang tidak strategis. Padahal kita sama-sama ingin menempati juga,” ujarnya.
Mengantisipasi hal tersebut, Yenny mengatakan, pihaknya selalu menjembatani anggota untuk membuka booth atau pameran di mal-mal besar. Harapannya, semakin banyak pemilik mal juga memberikan dan mengalokasikan tempat pameran kepada produk kosmetik lokal dan usaha kecil dan menengah (UKM).
Yenny juga menjelaskan besaran pasar (market size) industri kosmetik pada 2022 mencapai Rp100 triliun yang didominasi kategori personal care, skin care, cosmetics, fragrance.
Sementara, kontribusi penjualan online kosmetik lokal sepanjang tahun berjalan pada 2023 telah naik 18%.
“Peluang kita ini besar untuk kosmetik lokal, karena penjualan daring di 2023 ini sudah naik 18 persen. Ini juga ditunjang dengan demografi yaitu usia produktif dan kelas menengah yang tinggi meningkatkan level konsumsi. Adanya teknologi digital membuat penjualan semakin tidak terbatas, bahkan berpotensi ekspor,” kata Yanne.
Yenny berharap semua pemangku kepentingan (stakeholder) bekerja sama untuk memberikan kesempatan yang lebih bagi industri kosmetik lokal agar bisa bertumbuh dan menguasai pasar domestik.
"Jadi untuk berkembang di global pasar ini benar-benar butuh support dari Kemendag, Aprindo dan stakeholder lainnya bagaimana produk lokal kita itu setidaknya dapat jadi raja di negeri sendiri," tutupnya.
(dov/ain)