Logo Bloomberg Technoz

“Kalau dia bikin di sini, tentu akan lebih menguntungkan. Kita bisa bersaing dengan Thailand. Terlebih, kalau Thailand masih harus ambil nikel dari kita. Kita harus bangun [industri hilir litium di dalam negeri],” jelasnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan holding BUMN pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID juga tengah mencari cadangan litium dari luar negeri, untuk diolah di dalam negeri.

“Menurut saya MIND ID bisa kok. Saya pernah menjadi komisaris utama di situ, jadi kemampuan mereka ada sebenarnya. [...] Kan ujungnya adalah end product, yang berkompetisi kan end product. Kalau kita memaksakan [tidak impor] tetapi end product-nya tidak laku, kan susah,” tutur Agus.

Produsen Baterai Litium-ion (Sumber: Bloomberg)


SVP Corporate Secretary MIND ID Hery Yusuf sebelumnya mengatakan perusahaan pertambangan pelat merah itu sedang melirik beberapa negara produsen litium, seperti Australia dan Afrika.

"MIND ID melakukan penjajakan sumber daya di beberapa lokasi di dunia, seperti Australia dan Afrika," ujarnya saat dihubungi, akhir Agustus.

Heri mengatakan MIND ID juga tengah melakukan kajian dan memantapkan strategi untuk memenuhi kebutuhan elemen penting dalam produksi baterai EV. Terlebih, jumlah cadangan litium yang ditemukan di dalam negeri belum memadai untuk diproduksi secara ekonomis.

"Terutama yang sumber dayanya tidak terdapat dalam jumlah ekonomis untuk diekstrak seperti grafit dan litium. Dengan demikian, akuisisi tambang di luar negeri adalah salah satu strategi yang dipertimbangkan.”

Adapun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Indonesia sudah mengantongi komitmen  dari Perdana Menteri Australia Anthony Albanese terkait dengan ekspor 60.000 ton litium dari Negeri Kanguru ke Tanah Air.

Akan tetapi, Luhut mengatakan Indonesia berhasil membujuk Australia untuk menambah jumlah litium yang diekspor ke Tanah Air menjadi dua kali lipat. Dia pun menjelaskan litium dari negara benua itu nantinya akan diproses di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah.

“Mereka [Australia] nanti bisa ikut berpartisipasi dalam proyek [pengembangan baterai kendaraan listrik di Indonesia]. Jadi itu kita lakukan join dan mereka setuju dengan itu,” papar Luhut melalui unggahan video di akun Instagramnya, awal Juli.

Ilustrasi litium (Sumber: Bloomberg)


Tambang Australia berkontribusi terhadap sekitar 50% dari total pasok litium dunia, disusul Cile (24%) dan China (16%). Namun, sejauh ini sebagian besar ekspor litium Australia ditujukan ke China.

Luhut menambahkan Australia akan diuntungkan jika ikut berinvestasi dalam proyek pengembangan ekosistem baterai listrik di Indonesia, lantaran biaya produksi di Tanah Air lebih murah dibandingkan dengan di Negeri Kanguru.

Cost di Australia kan bisa empat kali lebih mahal dari kita. Kalau processing mobil listrik misalnya A to A, di Indonesia cost-nya pasti lebih turun,” jelasnya

(wdh)

No more pages