Dia mengatakan, proyek pengadaan ini berlangsung pada 2012. Akan tetapi, hingga kini, teknologi tersebut tak berfungsi. Padahal, sistem tersebut sangat penting untuk memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap TKI di luar negeri.
Isu keamanan dan keselamatan TKI memang menjadi sorotan Pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak awal tahun. Pemerintah memberikan perhatian terhadap praktek tindak pidana perdagangan orang yang menyasar para TKI. Jokowi pun berulang kali menyuarakan isu ini pada acara ASEAN. Kepolisian pun sampai memiliki satgas khusus yang mengejar dan penggagalkan TPPO di sejumlah wilayah.
“Terkait di Kemenakertrans, di Kemenakertrans itu tempusnya tahun 2012,” kata Asep dalam video konferensi pers, Jumat (1/9/2023). “Siapa menterinya tinggal di-search di Google tahun 2012 siapa yang menjabat sebagai menteri, silakan.”
Berdasarkan data, proyek sistem perlindungan atau proteksi TKI berlangsung saat pemerintahan periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat itu, jabatan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II diampu Muhaimin Iskandar.
KPK sendiri sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemenaker, I Nyoman Darmanta yang menjabat Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemenakertrans, pada 2012. Sedangkan dua tersangka lainnya adalah pihak swasta.
Suap Kardus Durian Kemenakertrans
Sebelum kasus software TKI, KPK sudah pernah mengusut kasus korupsi Kemenakertrans yang berada di bawah kepemimpinan cak Imin. Bahkan, lembaga antirasuah ini masih mengklaim belum menutup kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) Kemenakertrans pada 2011.
Pada saat itu, KPK melakukan operasi tangkap tangan atau OTT terhadap dua anak buah Muhaimin yaitu Sekretaris Ditjen Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya; dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan. Keduanya ditangkap saat menerima uang tunai senilai Rp1,5 miliar yang dibungkus dengan kardus durian dari PT Alam Jaya Papua, Dharnawati.
KPK menemukan bukti uang dalam kardus durian tersebut adalah fee karena Dharnawati bisa dapat proyek PPIDT di Kabupaten Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama. Bungkus suap tersebut membuat kasus ini sangat dikenal dengan sebutan kasus kardus durian.
Dalam persidangan, Dharnawati berulang kali mengatakan, suap tersebut diberikan untuk Muhaimin. Bahkan totalnya akan mencapai Rp7,3 miliar atau 10% dari total proyek PPIDT di empat kabupaten yang mencapai Rp73 miliar. Muhaimin lolos karena berulang kali membantah kesaksian para saksi dan terpidana.
Belakangan, KPK menegaskan masih mengusut kasus tersebut, termasuk soal keterlibatan Cak Imin. Hal ini tertuang saat Biro Hukum KPK menghadiri Sidang Praperadilan di PN Jakarta Selatan, April lalu.
Saat itu, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan kepada KPK yang dinilai telah menutup kasus suap PPIDT. Dalam pembelaannya, KPK justru mengatakan, penuntut umum sedang menyusun surat dakwaan yang isinya mencantumkan nama Muhaimin sebagai pihak yang bersama-sama menerima uang suap dari Dharnawati.
Dalam acara Mata Najwa yang diunggah Narasi, Muhaimin sempat merespon rencana pemeriksaan dirinya oleh KPK. Dia mengklaim sangat mendukung kerja KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Dia pun menyatakan ingin menjadi warga negara yang baik dengan datang dan memenuhi agenda pemeriksaan.
Akan tetapi, dia mengklaim, sudah ada acara di Banjarmasin. Acara ini sudah disiapkan sejak lama dan mencantumkan dirinya sebagai salah satu pengisi atau pembicara. Dia pun berniat untuk meminta penundaan atau penjadwalan ulang pemeriksaan oleh KPK.
"Jadi saya sudah dijadwalkan lama untuk membuka forum MTQ internasional dari banyak negara, sebagai wakil ketua DPR saya harus membuka itu, maka kemungkinan saya minta ditunda," kata Muhaimin.
(frg)