“Hal ini akan mengotomatiskan pengambilan keputusan untuk mengurangi eksposur risiko dan gangguan, sehingga menghasilkan rantai pasokan yang baik dan berkelanjutan, dan disesuaikan dengan risiko."
Menghadirkan Data yang Lebih Baik
Menganalisis data perdagangan adalah praktik rumit. Memilihnya dari ratusan juta catatan pengiriman yang tersebar di berbagai entitas anak usaha dan perusahaan ekspedisi. Data yang ada juga biasanya tidak terstruktur dan rawan kesalahan. Hal yang menjadi upaya yang sangat sulit.
Teknologi AI telah membantu banyak pihak menyederhanakan analisis data perdagangan. Hal yang bisa membantu memperlancar perdagangan lintas batas—mesin ekonomi dunia yang terkenal padat tenaga kerja, spreadsheet, dan insentif karbon.
Perusahaan data perdagangan privat, seperti ImportGenius yang berbasis di Scottsdale, Arizona, menggunakan machine-learning seperti Amazon SageMaker untuk mengenali pola bea cukai. Selain itu teknologi juga bisa memindai dokumen peraturan, dan menerjemahkan bahasa asing untuk menghasilkan data perdagangan yang akurat. Hal ini menjadi semakin mudah dicari dan dianalisis.
“Kami sedang membangun model pembelajaran bahasa, berfungsi sebagai alat untuk mendeteksi, menerima, dan memasukkan indikator-indikator ini ke dalam platform kami,” kata Paulo Mariñas, Chief Technology Officer ImportGenius, kepada Bloomberg melalui email.
Nestle SA mengimplementasikan teknologi AI guna meningkatkan efisiensi dan mendeteksi masalah yang muncul di seluruh rantai pasok global mereka. Perusahaan yang berbasis di Swiss ini menggunakan perangkat software machine-learning. Tujuannya mendeteksi kualitas produk dan memastikan lini produksi Nestle dapat mengatur dan mengendalikan secara mandiri.
Mercedes-Benz Group AG menggunakan platform AI “Omniverse” yang membantu proses manufaktur lebih lincah. Omniverse membantu mempercepat produsen mobil Jerman ini mengkonfigurasi ulang pabriknya. Hal yang dipercaya dapat menjaga lini produksi tetap berjalan dalam menghadapi guncangan pasokan eksternal.
Meskipun AI mendisrupsi banyak industri, terdapat keuntungan pada sistem perdagangan. Diketahui dalam lima tahun terakhir isu dunia adalah bagaimana mengurangi hambatan atas arus barang, jasa, dan investasi.
Pada masa kini dan nanti hambatan terus ada, seperti tarif, sanksi, dan ketidakpastian geopolitik. Inilah yang harus diuji oleh tim logistik dalam mengelola kompleksitas baru.
“Ada banyak janji tetapi juga banyak hype yang melekat pada AI. Jadi kami mencoba memisahkan peluang jangka pendek, dari jangka panjang, ataupun sekadar mimpi,” kata Jake Colvin, presiden Dewan Perdagangan Luar Negeri Nasional AS.
Analisis Rantai Pasok
Teknologi generatif AI akan memberikan dampak yang besar dalam membantu perusahaan dan pemerintah untuk lebih memahami perubahan pada rantai nilai global. Tujuan tersebut sangat menonjol dalam pertemuan menteri perdagangan Kelompok 20 (G-20) bulan lalu,.
Dalam pertemuan terjadi kesepakatan kerangka kerja dalam pemetaan baru untuk membantu pemerintah mengidentifikasi metrik seperti konsentrasi pemasok, hubungan & volatilitas perdagangan, dan kerentanan industri kritikal.
Ide yang dibawa adalah membantu pemerintah menilai ketahanan rantai pasokan global dan mengembangkan langkah-langkah untuk memitigasi guncangan eksternal, menurut dokumen hasil yang diterbitkan minggu lalu. G-20 mengapresiasi Global Trade Helpdesk baru milik International Trade Center. Sebuah terknologi AI yang mencocokkan data perdagangan dengan algoritme prediktif untuk membantu strategi ekspor dari perusahaan-perusahaan dan para pembuat kebijakan.
Hype AI dan Ketidaksempuranaannya
Teknologi AI dapat menjadikan pekerjaan efisien. Dengan alat ini riset dalam membuat perjanjian perdagangan,serta menghitung bea masuk atas barang, makin cepat dan akurat. Meski demikian teknologi ini masih terdapat keterbatasan, seperti kebijakan perdagangan internasional tidak dapat ditiru oleh AI.
“AI dapat membantu mempersiapkan para negosiator dengan lebih baik, tetapi tidak dapat menggantikan negosiasi yang sebenarnya. Peran manusia atas hal ini adalah yang terpenting,” kata Wendy Cutler, wakil presiden Asia Society Policy Institute.
“Kemampuan untuk mendengarkan dan memproses apa yang sebenarnya dikatakan oleh mitra negosiasi, membaca bahasa tubuh, dan melontarkan ide-ide informal saat itu juga untuk menutup kesenjangan, tidak dapat dilakukan oleh teknologi.”
Akurasi data juga masih menjadi rintangan bagi penerapan teknologi AI karena ada kesenjangan dan ketidakkonsistenan dalam statistik perdagangan. Penyelundupan, proses pemindahan muatan, dan arus perdagangan yang tidak dilaporkan lainnya tetap menjadi rintangan.
Hal yang telah terbukti dengan tidak adanya data perdagangan dari Rusia, Belarusia, dan Uni Emirat Arab, yang berhenti mempublikasikan statistik setelah invasi Vladimir Putin ke Ukraina.
“Memeriksa data itu penting. Cara data beroperasi di ruang ini bersifat politis dan rumit dan perlu seseorang untuk memeriksa dan melakukan verifikasi silang,” kata John Miller, kepala analis ekonomi dari Trade Data Monitor.
(bbn)