Tata Ruang Industri
Andi berpendapat, alih-alih akibat dikepung PLTU batu bara, pemburukan polusi di DKI Jakarta lebih dipicu oleh tata ruang industri dan permukiman yang berantakan. Sayangnya, hingga kini tidak ada sanksi bagi penyelenggara negara yang tidak mampu menjalankan rencana tata ruang dengan baik.
“Sekitar Bekasi, contohnya, daerah-daerah industri kecil. Namun, mereka juga menggunakan solar, serta menggunakan pembangkit kecil tetapi juga ada batu bara,” tuturnya.
Aktivitas industri kecil tersebut, menurut Andi, dapat menghasilkan polutan yang menjadi kontributor buruknya kualitas ruang udara di Ibu Kota. Selain itu, sektor transportasi –khususnya kendaraan roda dua pengguna Pertalite dengan RON 90– juga ditudingnya sebagai penyumbang polutan.
Politisi PAN itu lantas mengutip paparan dari Profesor Puji Lestari yang menegaskan bahwa PLTU tidak menyumbang polusi udara.
“Profesor Puji Lestari tadi, dari ITB, yang diminta oleh PLTU Suralaya ini untuk mengonfirmasi, memperbandingkan ada bench pakai, per bulan, ternyata memang tidak terbukti bahwa PLTU Suralaya memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap polusi udara Jakarta,” katanya.
Dengan demikian, dia pun mengimbau kepada sejumlah kepala daerah basis industri di sekitar Jakarta –seperti Bekasi, Karawang, dan Cikarang– untuk memetakan wilayah-wilayah industri dan memperbaiki tata ruang kotanya.
Menteri Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) Erick Thohir juga berpendapat bahwa penutupan PLTU tak serta-merta dapat mengurangi polusi udara, yang belakangan kian memburuk.
Erick mengatakan, meski pemerintah sudah berupaya mengurangi polusi dengan menyuntik mati sebagian PLTU Suralaya, langkah tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas udara yang masih buruk hingga kini.
"Oke, [mungkin] PLTU sekarang disalahkan. Kita matikan Suralaya 1,2,3, dan 4. Namun, di data terakhir, [penutupan PLTU itu] tidak mengurangi polusi ternyata," ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Kamis (31/8/2023).
Selain itu, dia juga mendorong kepada perusahaan industri untuk menggunakan scrubber 'corong penampung' untuk mengurangi emisi.
Meski pemerintah mendorong percepatan pengatasan polusi dalam 3 bulan ke depan, Erick menyebut mengatasi polusi udara ini butuh waktu yang cukup lama.
"Kita sudah lakukan itu tetap kita ingin ada percepatan, Beijing perlu 6 tahun, Sao Paulo 10 tahun, Jakarta tidak mungkin dalam 3 bulan ini diselesaikan masalah polusi,"
Menteri KLH Siti Nurbaya sebelumnya menyebut jika sumber pencemaran udara di wilayah Jabodetabek disebabkan oleh emisi transportasi sebesar 44%, dan 34% melalui PLTU.
(wdh)