Logo Bloomberg Technoz

Para pembicara yang dijadwalkan akan meliputi tokoh-tokoh seperti CEO Vitol Group, Russell Hardy, bos Black Gold Investors LLC, Gary Ross, dan co-head perdagangan minyak Trafigura Group, Ben Luckock.

Pergerakan futures Brent (Sumber: Bloomberg)

Gelombang naik turun minyak pada tahun 2023 membuat tolok ukur minyak global Brent mencapai level terendah sejak 2021 pada bulan Juni dengan sedikit di atas US$70 per barel. Kelesuan itu dipicu sebagian karena aliran minyak dari Rusia lebih tangguh dari yang diharapkan meskipun ada sanksi dan batasan harga yang diberlakukan setelah invasi Ukraina. Pemotongan pasokan yang dipimpin oleh Arab Saudi kemudian membuka jalan bagi kebangkitan harga dengan Brent sekarang mendekati US$89.

“Saya merasa tertarik bahwa pemotongan OPEC+ yang awalnya tampaknya sebagai langkah untuk mempertahankan lantai harga US$70 untuk Brent kini berhasil menjaga harganya jauh di atas US$80,” kata Vandana Hari, pendiri Vanda Insights, yang akan berbicara di konferensi itu. “Apa rencana jangka panjang aliansi ini? Targetnya US$80 hingga US$90?”

Pemangkasan OPEC+

OPEC+ sedang merencanakan pemangkasan tambahan. Rusia mengatakan minggu lalu bahwa mereka telah sepakat dengan mitra OPEC+ nya untuk pemotongan ekspor lebih lanjut, dan akan merilis rincian dalam beberapa hari mendatang. Pada saat yang sama, Arab Saudi diperkirakan akan memperpanjang pemotongan pasokan sebanyak 1 juta barel hingga Oktober, menurut survei Bloomberg.

“Saya yakin bahwa Arab Saudi akan mulai mengurangi tambahan pemotongan pasokan sebanyak 1 juta barel per hari pada suatu saat nanti,” kata Warren Patterson, kepala strategi komoditas untuk ING Groep NV.

Merefleksikan pandangan tersebut, International Energy Agency mengatakan dalam laporan terbarunya bahwa permintaan minyak global berada pada level tertinggi sepanjang sejarah karena konsumsi yang kuat, tren yang dapat meningkatkan harga. Penggunaan dunia rata-rata mencapai 103 juta barel per hari untuk pertama kalinya pada Juni dan bisa berkembang lebih lanjut.

Memang ada tanda-tanda bahwa pasar global semakin ketat. Di antaranya, inventaris komersial AS telah berkurang hampir 60 juta barel sejak mencapai puncak pada pertengahan Maret, dan posisi sekarang berada pada level terendah sejak akhir 2022.

Adapun masih ada kekhawatiran terkait permintaan, terutama prospek di China sebagai importir utama.

"Aliran masuk China mungkin lebih tinggi, tetapi ini mencerminkan 'penumpukan' dalam stok saat ekonomi beradaptasi kembali ke normal," kata Vishnu Varathan, kepala ekonomi dan strategi Asia di Mizuho Bank Ltd. "Masih terlalu dini untuk menyatakan bahwa lonjakan baru-baru ini dalam volume impor mencerminkan optimisme industri."

--Dengan asistensi Sharon Cho.

(bbn)

No more pages