Logo Bloomberg Technoz

Di sisi lain, Demokrat sendiri juga belum memastikan langkah politik dalam waktu dekat. Menggenggam 9% perolehan suara di parlemen, Demokrat menginginkan situasi yang lebih dulu tenang sebelum memutuskan langkah ke depan. Pada kesimpulannya, Demokrat dan PKS sama-sama berada di simpang jalan.

"Langkah paling rasional adalah Demokrat dan PKS bergabung dengan koalisi PDI Perjuangan, atau benar-benar serius membangun poros koalisi baru," ujar Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting, Aditya Pradana kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (2/8/2023).

Aditya berpandangan PDIP sangat mungkin membuka pintu untuk Demokrat-PKS. Alasannya, kata dia, PDIP dipandang masih perlu menambal kekuatan suara dari kalangan pemilih muslim.

"Toh bukankah itu juga PDIP kini berkoalisi dengan PPP," ujar Aditya yang juga Dosen Politik Universitas Indonesia itu.

Skenario Poros Baru

Skenario kedua adalah membangun poros baru. Sejauh ini paling memungkinkan terjadi adalah terbentuknya poros baru antara Demokrat, PKS, ditambah kekuatan PPP yang kini masih bertahan di gerbong koalisi PDIP.  Gabungan tiga partai itu mencukupi untuk mengusung capres dan cawapres.

"Skenario yang muncul dan sangat memungkinkan adalah Sandiaga Uno-AHY sebagai capres dan cawapres," ujar Aditya. 

Menurutnya hal itu ideal, karena sejumlah lembaga survei juga masih mengunggulkan nama Sandiaga Uno dibandingkan dengan AHY, meskipun secara hitung-hitungan perolehan kursi Demokrat lebih unggul. 

"Karena capres lebih akan berbicara sosok," ujar dia.

Butuh Kalkukasi Matang

Pengamat Politik Universitas Al Azhar, Zaenal A Budiyono mengamini skenario Demokrat bergabung dengan PDIP, ataupun membuat poros baru, memungkinkan terjadi. Namun demikian, dia menilai Demokrat butuh kalkukasi matang untuk memutuskan satu di antara dua langkah tersebut.

"Salah satunya, seberapa besar kemungkinan kans menang jika poros baru terbentuk," ujar Zaenal saat dihubungi, Minggu (3/9/2023).

Dalam sejumlah survei, popularitas capres didominasi tiga nama dari tiga koalisi yang sudah terbentuk. Survei LSI terakhir misalnya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berada di 37 dan 35%. Anies, meskipun mengalami penurunan, meraih persentase 22,2 persen. 

Tak jauh beda dari LSI, Lembaga Survei Jakarta (LSJ) yang dirilis 28 Agustus lalu juga mengunggulkan tiga nama. Prabowo Subianto 28,6%, Ganjar Pranowo 19,8%, Anies Baswedan 15,9%. Sementara itu baik Sandi maupun AHY berada di posisi ke-7 dan 8, dengan total 6% jika digabungkan.

Dari survei Litbang Kompas, Ganjar meraih elektabilitas tertinggi dengan 34,1 persen. Kemudian disusul dengan Prabowo yang memiliki 31,3 persen, dan Anies dengan 19,2 persen. Baik Sandiaga maupun AHY sama-sama terlempar dari lima besar nama yang diperhitungkan pemilih.

Sementara itu, saat dikonfirmasi mengenai wacana poros baru, PPP menutup pintu atas wacana yang berkembang. PPP menegaskan tetap memegang hasil keputusan Rapimnas yang memutuskan untuk mendukung PDIP usung Ganjar Pranowo jadi calon presiden 2024. 

Adapun komunikasi yang belakangan terjalin dengan Demokrat, Juru Bicara PPP Achmad Baidowi mengatakan dalam konteks agar mau mendukung Ganjar.

“Adapun konteks mendekati Demokrat maupun PKS itu komunikasi biasa barangkali bisa diajak bersama-sama memperkuat pak Ganjar,” kata Baidowi saat dikonfirmasi Bloomberg Technoz, Minggu (3/9/2023).

Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani juga mengatakan hal yang serupa. Dia mengatakan wacana poros baru sempat digaungkan oleh SBY dalam intonasi negatif. Menurutnya, wacana poros baru mestinya tak perlu lebih jauh dikembangkan.

"Tidak usah dikembangkan lagi pikiran tentang poros baru itu,” ujar Arsul kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (3/9/2023). 

(ain)

No more pages