Dalam laporan yang sama, BI juga membeberkan prakiraan penjualan eceran pada Januari 2023 yang diperkirakan meningkat. IPR Januari 2023 sebesar 213,2 atau tumbuh 1,7% secara tahunan terdorong pertumbuhan kelompok makanan, minuman dan tembakau. Namun, secara bulanan, IPR Januari diprediksi akan terkontraksi atau turun 2,1% menyusul normalisasi belanja masyarakat setelah melewati periode libur bersama perayaan Natal dan Tahun Baru dan liburan sekolah.
Momentum Lebaran
Riefky memperkirakan, konsumsi dan belanja masyarakat akan sepenuhnya pulih seperti masa sebelum pandemi menyusul momentum kedatangan bulan Ramadan dan perayaan Lebaran. “Perkiraan kami, pada kuartal II-2023, konsumsi dan daya beli masyarakat akan kembali ke level sebelum pandemi terdorong momentum perayaan itu. Lalu akan berlanjut para kuartal tiga di mana tahun politik sudah mulai, itu pasti konsumsi akan tumbuh,” jelasnya.
BI mencatat, prakiraan penjualan eceran pada Maret 2023 ketika bulan puasa datang akan meningkat, terefleksi dalam Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) sebesar 139,6 atau naik dibanding prakiraan bulan sebelumnya ebesar 124,7. Setelah melewati puasa dan lebaran, penjualan ritel diprakirakan akan turun pada Juni terindikasi dari IEP 6 bulan sebesar 140,2 lebih rendah dibanding bulan sebelumnya sebesar 153,9.
Ekspektasi kenaikan penjualan itu seturut dengan ekspektasi inflasi. Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) tiga bulan ke depan pada Maret 2023 sebesar 139,1 terdorong kenaikan harga bulan Ramadan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2022 pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 4,93% year-on-year, naik dibanding 2021 sebesar 2,02% year-on-year. Konsumsi rumah tangga juga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi pada 2022 mencapai 2,6% c-to-c. Namun, tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga domestik itu belum kembali seperti sebelum meletus pandemi.
Kendati dibayangi ancaman perlambatan ekonomi global, perekonomian domestik 2023 diperkirakan masih mampu bertahan dengan motor utama ada pada konsumsi domestik. Walau ada catatan yang perlu diwaspadai misalnya dari tekanan inflasi pangan global dan arah bunga acuan dunia yang diprediksi masih akan berada di level tinggi dalam jangka panjang. Lebih dari itu, ekonom memperkirakan Indonesia masih akan mampu mencetak pertumbuhan 5% tahun ini.
(rui/roy)