Pada kesempatan yang sama, Edy turut mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo yang berusaha mendorong UMKM untuk mengakses KUR dengan upaya membebaskan peminjam dari syarat agunan, namun, pihaknya juga menunggu arahan tersebut diimplementasikan dengan baik.
Padahal, sebelumnya pemerintah melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR telah menetapkan bahwa bank tidak boleh meminta agunan tambahan bagi penerima KUR dengan plafon di bawah Rp100 juta.
“Semua berbicara dengan adanya Nomor Induk Berusaha bisa (akses KUR tanpa agunan tambahan), ternyata tidak. Begitu penegasan kembali oleh Presiden, semoga kali ini penegasannya jelas dan tegas, dan wajib dilaksanakan oleh para bankir,” ujarnya.
Ketika ditanya mengenai tanggapan dari penerapan credit scoring sebagai pengganti agunan, Edy menjawab, seharusnya pemerintah cukup menerapkan administrasi yang sebelumnya sudah ditetapkan, seperti memiliki NIB, memiliki laporan keuangan, minimal waktu berusaha selama 6 bulan dan sebagainya.
“Apanya yang bisa di-scoring kalau penjual pecel di pinggir jalan? Jadi jangan membuat satu aturan baru yang (nantinya jadi) alasannya lagi. ‘Ternyata tidak cocok nih scoring-nya, ga masuk nih’, ya sama aja,” tuturnya.
“Kan udah cukup tuh persyaratan administrasinya, NIB ada, laporan keuangan ada, sudah minimal berusaha 6 bulan, tempat usaha jelas, rumah tinggal jelas. Kan gitu. Apalagi yang diminta?” lanjutnya.
(dov/ain)