Credit scoring merupakan suatu penilaian untuk menentukan apakah peminjam layak mendapatkan pinjaman berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemberi pinjaman. Teten menyebutkan, penerapan credit scoring akan dilakukan oleh OJK, namun mekanisme ini masih akan dibahas lebih lanjut antara Kemenkop UKM dan OJK.
Namun, Teten menegaskan, penerapan credit scoring bukan berarti sepenuhnya menghapuskan agunan (collateral), melainkan menerapkan agunan dalam bentuk selain aset.
“Credit scoring ini bukan berarti tidak ada agunan atau collateral, tapi collateral-nya bukan dalam bentuk aset, misalnya kesehatan usaha, kontrak bisnis dan lain-lain,” terangnya.
Hal ini pun dinilai akan lebih memudahkan UMKM, penyebabnya, UMKM bisa menunjukan kesehatan usaha salah satunya berdasarkan pesanan yang masuk dari pemerintah. Apalagi, Teten melanjutkan, saat ini 40% belanja pemerintah berasal dari UMKM.
“Misalnya, nanti UMKM punya PO dari order pemerintah. Kan jelas pemerintah yang akan beli, mestinya itu bisa dijadikan agunan juga. Jadi credit scoring itu bisa luas. Nah ini akan mempercepat penyaluran kredit pada UMKM yang tidak punya aset,” tutupnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku masih terus mendorong minat para pelaku UMKM untuk mengakses program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Salah satunya, dengan upaya membebaskan peminjam dari syarat agunan.
"Saya masih mendorong terus agar kalau bisa urusan KUR ini tanpa agunan," ungkap Jokowi di acara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Kamis (31/8/2023).
Jokowi beralasan, agunan menjadi penghambat para calon-calon pengusaha muda untuk mengembangkan bisnisnya. Padahal, kata dia, pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp460 triliun, dengan bunga hanya 6%.
"Karena pengusaha muda yang baru berangkat untuk masuk ke dunia usaha biasanya belum memiliki aset, agunan," jelas Jokowi.
(dov)