Erick menambahkan, Saat ini Pelita Air hanya memiliki 9 pesawat dan akan didorong menjadi 20 pesawat karena kondisi sewa atau leasing pesawat mulai pulih. Sementara, Garuda Indonesia memiliki 60 pesawat dan Citilink 50 pesawat.
“Artinya, kalau kita gabungkan baru sekitar 140 pesawat, belum sampai 170 pesawat seperti saat sebelum pandemi Covid-19. Sekarang yang ada di industri pesawat terbang, 65% pihak swasta, kita hanya 35%. Walaupun digabungkan, kita tetap 35%. Inilah yang kita inisiasi harus digabungkan karena Pelita lahir karena ada ketakutan restrukturisasi Garuda gagal,” jelas Erick.
Ketika digabungkan, lanjut Erick, BUMN memiliki pesawat premium class yakni Garuda, premium ekonomi ada pada Pelita Air, dan LCC ada pada Citilink. “Tidak kanibal melainkan jadi komplementari. Garuda tetap, Citilink tetap, Pelita Air tetap, dengan target pasar masing-masing,” tambahnya.
Dalam kesempatan sama, Wakil Menteri BUMN Kartika Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Pelita Air yang merupakan anak usaha PT Pertamina akan menjadi lisensi kedua Citilink dan akan menjadi bagian grup Garuda Indonesia.
"Jadi Citilink nanti akan punya dua lisensi. Begitu Pelita kita ambil dari Pertamina ke Citilink, jadi nanti satu grup, Garuda di atas, Citilink sama Pelita di bawah," kata Kartika.
(mfd/dhf)