Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, aktivitas sektor manufaktur terkontraksi dengan laju yang lebih lambat di tengah peluncuran kebijakan stimulus oleh Pemerintah China dan dukungan moneter dari Bank Sentral China.
Tercatat, data Manufacturing PMI Tiongkok naik ke level 49,7, tertinggi sejak bulan Maret dari level 49,3, lebih baik dari ekspektasi pasar yang berada di level 49,4.
“Di Jepang, data Industrial Production turun 2,0% mtm (-8.0% yoy) pada Juli, lebih buruk dari ekspektasi pasar yang turun 1,4% mtm (-5,2% yoy) dan setelah tumbuh 2,4% mtm (-5.9% yoy) pada bulan sebelumnya. Ini adalah penurunan ketiga sejak awal tahun 2023,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Kementerian Industri Jepang menerbitkan data penting pada Kamis, penurunan ini lebih besar dari perkiraan ekonom yaitu turun 1,4%. Ekspor Jepang juga turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun.
Adapun Jepang mulai merasakan dampak dari perlambatan ekonomi China, serta risiko deflasi di sana, ditambahlagi dengan kebijakan moneter yang semakin ketat di Amerika Serikat dan kawasan Eropa.
Sebelumnya, perhitungan kedua data Produk Domestik Bruto (PDB) AS merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi AS menjadi 2,1% qoq pada kuartal II-23 dari perhitungan awal 2,4% qoq namun masih lebih tinggi dari laju pertumbuhan 2,0% qoq pada kuartal I-2023.
Data PDB ini adalah salah satu dari sejumlah data ekonomi AS yang menggambarkan perlambatan laju roda perekonomian AS sejak Gubernur Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell dalam pidatonya di acara Jackson Hole Economic Symposium tanggal 25 Agustus lalu memperingatkan bahwa The Fed memantau sinyal ekonomi AS mungkin tidak melambat seperti yang diharapkan.
Dari dalam negeri, S&P Global melaporkan, aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers Index (PMI) di Indonesia pada Agustus tercatat 53,9. Naik dibandingkan Juli yang 53,3 sekaligus jadi yang tertinggi sejak November 2021.
"Permintaan baru (New Orders) naik ke level tertinggi sejak Oktober 2021. Sekitar 13% responden menyebut pemesanan baru meningkat, hanya 2% yang menyatakan ada penurunan," sebut keterangan tertulis S&P Global yang dirilis Jumat (1/9/2023).
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,19% ke 6.953 disertai oleh munculnya volume penjualan.
“Saat ini, posisi IHSG diperkirakan sedang berada pada bagian dari wave v dari wave (i), sehingga IHSG masih berpeluang menguat untuk menguji kembali rentang area 7.025-7.072 dengan catatan IHSG tidak terkoreksi ke bawah area support terdekatnya di 6.869,” papar Herditya dalam risetnya pada Jumat (1/9/2023).
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut, ADRO, AKRA, PGAS dan SMGR.
Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG berpotensi rawan koreksi lanjutan pada Jumat hari ini.
“IHSG tutup gap ke 6.950 dan Stochastic RSI berpotensi membentuk death cross di overbought area. Dengan demikian, IHSG rawan koreksi lajutan ke kisaran 6.900-6.930 pada Jumat (1/9),” tulisnya.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham BMRI, BRIS, ADMR, INCO, SMSM, TPIA, ISAT dan DSNG.
(fad/ezr)