Dari besaran tersebut, alokasi anggaran subsidi energi saja dipatok Rp185,87 triliun. Subsidi ini terbagi untuk belanja subsidi jenis BBM tertentu (JBT) dan liquified petroleum gas (LPG) tabung 3 kg senilai Rp110,04 triliun dan subsidi listrik sebanyak Rp75,83 triliun.
Bagaimanapun, Arifin tidak menampik usulan PT Pertamina (Persero) untuk meningkatkan angka oktan atau research octane number (RON) Pertalite dari 90 menjadi 92 melalui bauran E7 masih patut dipertimbangkan jika tujuannya adalah untuk mengurangi emisi atau gas buang.
Arifin mengatakan dasar kajian Pertamina adalah mencari sumber masalah kualitas udara di Indonesia, yang ditengarai berasal dari emisi karbon sektor transportasi dan industri.
“Untuk transportasi, alternatifnya antara lain WFH [work from home/bekerja dari rumah], untuk industri standar buangan emisinya itu harus kita cek dan evaluasi dan minta untuk diperbaiki. Kalau mereka-mereka yang tidak memenuhi persyaratan melanggar standar itu, sudah disampaikan kan, ada sanksinya,” tegasnya.
Saat ini, lanjutnya, hal yang lebih mendesak untuk dilakukan pemerintah adalah membangun kesadaran masyarakat terhadap bahaya emisi karbon.
Menurutnya, sekalipun standar RON BBM dinaikkan sehingga emisinya turun, jika pengguna kendaraan berbasis bahan bakar fosil tetap banyak, masalah polusi tetap tidak akan teratasi.
Sebelumnya, bahkan Presiden Joko Widodo 'Jokowi' mengaku belum mendapatkan informasi soal usulan Pertamina menghapus Pertalite, yang akan diganti menjadi Pertamax Green 92.
"Belum. Saya belum dapat informasi itu," tegas Jokowi saat dimintai konfirmasi, di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) HIPMI di Tangerang, Kamis (31/8/2023).
Di sisi lain, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan rencana mengonversi Pertalite dengan bauran bioetanol E7 masih kajian internal perseroan.
“Belum ada keputusan apa pun dari pemerintah. Tentu ini akan kami putuskan dan bahas lebih lanjut,” tuturnya di kompleks parlemen, Rabu (30/8/2023).
Namun, jika pemerintah menyetujui Pertamax Green 92 menggantikan Pertalite pada 2024, Nicke memastikan harga jualnya akan diregulasi layaknya jenis BBM khusus penugasan (JBKP), yang nilainya tidak dilepaskan ke mekanisme pasar.
“Ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya. Kami mengusulkan [Pertamax Green 92] dengan harga yang sama [dengan Pertalite]. [...] Jadi usulannya itu. Namun, kembali lagi, supaya tidak menjadi perdebatan di publik, saya ingin menjelaskan bahwa ini adalah hasil dari kajian internal kami yang kami usulkan ke pemerintah. Namun, implementasinya, tentu ini menjadi ranah pemerintah untuk memutuskan,” tegasnya.
Nicke sebelumnya menyampaikan bahwa mulai 2024 Pertamina hanya akan menjual tiga jenama bensin, yaitu Pertamax Turbo RON 98, Pertamax Green 92, dan Pertamax Green 95 yang merupakan bauran Pertamax RON 92 dengan bioetanol 8% (E8) untuk menghasilkan BBM RON 95.
(wdh)