Logo Bloomberg Technoz

Pada saat bersamaan, Dadan mengatakan saat ini pemerintah juga berencana untuk melakukan subsidi pada BBM dengan angka oktan lebih tinggi, yaitu Pertamax RON 92. “Itu [rencana subsidi Pertamax] termasuk yang sedang dibahas,” ujarnya.

Pada Senin (28/8/2023), Dadan kembali menyuarakan wacana subsidi Pertamax tersebut di sela acara penandatanganan MoU produksi hidrogen hijau antara PLN, Pupuk Iskandar Muda, dan August Global Investment.

“Ditunggu ya [perkembangan soal subsidi Pertamax], karena ada sidang kabinet hari ini,” ungkapnya saat itu.

Ilustrasi pengisian BBM di pom bensin/SPBU (Sumber: Bloomberg)

Dibantah Menteri

Namun, di tempat berbeda, wacana subsidi Pertamax tersebut dibantah langsung oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif seusai rapat terbatas (ratas) kabinet di Istana Negara pada hari yang sama. Dia bahkan menyebut kabar tersebut “karang-karang” alias hoaks.

Keesokan harinya, pada Selasa (29/8/2023), saat ditemui di kompleks parlemen, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji juga membantah kabar subsidi Pertamax dan wacana pembatasan Pertalite.

Enggak ada [subsidi Pertamax],” ujarnya seraya menegaskan, “[BBM] RON tinggi kan sudah ada. Saat ini [kami] masih belum bisa memberikan aturan memaksa. Memaksa-memaksa kita enggak bisa. Imbauan yang kami berikan untuk itu [agar masyarakat beralih dari Pertalite ke Pertamax].”

Nicke Widyawati di DPR (YouTube TV Parlemen)


Usulan Penghapusan Pertalite

Belum reda simpang-siur kabar subsidi Pertamax –yang menuai banyak kritik dari kalangan pakar energi–, PT Pertamina (Persero) membuat kejutan lain di DPR sehari setelahnya alias pada Rabu (30/8/2023).

Saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengumumkan rencana penghapusan BBM subsidi Pertalite dari daftar jenis bensin yang akan dijual perseroan pada 2024.

Pertalite akan bertransformasi dari RON 90 menjadi 92 dengan jenama Pertamax Green 92. Bahan bakar tersebut, kata Nicke, merupakan bauran antara Pertalite dengan bahan bakar berbasis nabati (BBN) berbasis etanol 7% atau E7.

"Ini sudah sangat pas. Pertama, aspek lingkungan bisa turunkan karbon emisi. Kedua, mandatori bioetanol bisa kita penuhi. Ketiga, kita menurunkan impor bahan bakar. Mohon dukungan, agar kami mengeluarkan Pertamax Green 92," tegas Nicke.

Dia pun mengungkapkan Pertamax Green 92 kemungkinan dibanderol seharga Pertalite alias sekitar Rp10.000/liter. Dengan bauran E7, bahan bakar tersebut diklaim menaikkan RON Pertalite dari 90 menjadi 92.

"Tidak mungkin harga [Pertamax Green 92] diserahkan ke pasar. Tentu ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya," ujarnya.

Paparan Nicke seolah menjawab simpang-siur kabar bahwa pemerintah akan menggeser subsidi BBM dari Pertalite ke Pertamax, kendati dalam format lain yaitu konversi Pertalite ke Pertamax Green 92.

Namun, ujung-ujungnya Nicke menggarisbawahi rencana mengonversi Pertalite menjadi Pertamax Green 92 ternyata masih kajian internal perseroan.

“Belum ada keputusan apa pun dari pemerintah. Tentu ini akan kami putuskan dan bahas lebih lanjut,” tuturnya.

Walakin, jika pemerintah menyetujui Pertamax Green 92 menggantikan Pertalite pada 2024, Nicke memastikan harga jualnya akan diregulasi layaknya jenis BBM khusus penugasan (JBKP), yang nilainya tidak dilepaskan ke mekanisme pasar.

“Ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya. Kami mengusulkan [Pertamax Green 92] dengan harga yang sama [dengan Pertalite]. [...] Jadi usulannya itu. Namun, kembali lagi, supaya tidak menjadi perdebatan di publik, saya ingin menjelaskan bahwa ini adalah hasil dari kajian internal kami yang kami usulkan ke pemerintah. Namun, implementasinya, tentu ini menjadi ranah pemerintah untuk memutuskan,” tegasnya. 

Lantas, akan ke mana bergulirnya bola panas utak-atik BBM bersubsidi di Indonesia? Kita tunggu saja babak berikutnya.

(wdh)

No more pages