Kenaikan harga pupuk diketahui tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, akibat dari kelangkaan pasok. Sebagian besar stok pupuk Indonesia memang berasal dari negara yang sedang berkonflik itu.
Memang [harga beras] sedang membentuk keseimbangan baru.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi
Pada kesempatan yang sama, Arief menyebut lonjakan harga beras belakangan ini terjadi lantaran Indonesia belum memasuki masa panen raya.
“Mengapa Januari dan awal Februari masih tinggi harganya? Karena memang panennya belum melebihi dari produksinya dan kita semua tahu, kita paham,” katanya.
Menyitir rekapitulasi data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rerata harga beras dari berbagai tipe medium di tingkat nasional per Kamis (09/02/2023) mencapai Rp12.700/kg, turun sangat tipis setelah menyentuh kisaran Rp13.000/kg dalam beberapa pekan terakhir.
Nilai tersebut, bagaimanapun, masih jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) beras yang ditetapkan pemerintah di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatra senilai Rp9.450/kg untuk medium.
Di sisi lain, rerata harga beras premium di pasaran saat ini menembus kisaran Rp13.450—Rp13.850/kg, jauh di atas ketentuan HET beras premium yang ditetapkan pemerintah seharga Rp12.800/kg.
Adapun, ketentuan mengenai harga acuan beras termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 57/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras.
Arief menjelaskan kebutuhan beras dalam negeri selama setahun adalah 30 juta ton, sehingga per bulannya dibutuhkan beras 2,5 juta ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari—Desember 2021, terdapat surplus 1,3 juta ton.
Kemudian, untuk periode 2022 terdapat surplus 1,46 juta ton. Jika ditotal, selama dua tahun terakhir, sebenarnya Indonesia surplus beras 2,7 juta ton.
"Konsumsi beras per bulan 2,5 juta ton dan surplus beras mencapai 2,7 juta ton. Seharusnya Indonesia mempunyai kelebihan stok beras untuk 1 bulan," ungkapnya.
Namun, kelangkaan beras masih terjadi karena stok beras tersebut berada di masyarakat yang membuat pemerintah kesulitan menstabilkan ketersediaannya. Selain itu, produksi beras di Januari 2023 tercatat hanya mencapai 1,51 juta ton.
“Kita bandingkan antara data produksi dan konsumsi itu memang kurang. Kalau dilihat hari ini berasa ada, di masyarakat ada, tetapi kalau pada level penggilingan atau petani, gabah kering panen itu rebutan,” jelasnya.
(rez/wdh)