Logo Bloomberg Technoz

Pengambilan keputusan soal suku bunga akan lebih sulit, bank sentral dihadapkan pada kondisi yang restriktif karena ada risiko menurunkan permintaan dan berujung ke resesi.

“Pada 2022, dengan inflasi yang tinggi, bank sentral hanya punya satu pilihan. Namun pada 2023, inflasi memang masih tinggi tetapi risiko resesi menghantui. Akan ada tradeoff,” sebut Tom Orlik, Kepala Ekonom Bloomberg Economics.

Berikut perkiraan arah suku bunga acuan di sejumlah negara:

1. The Fed (AS)

Ketua Powell dan sejawat diperkirakan masih melanjutkan kebijakan pengetatan moneter yang agresif pada 2023. Setelah menaikkan Federal Funds Rate ke 4,3% bulan lalu (suku bunga masih mendekati 0% pada Maret 2022), The Fed memperkirakan suku bunga acuan akan mencapai puncaknya di 5,1% pada tahun ini. Tidak ada pemangkasan sebelum 2024.

Investor memperkirakan setidaknya akan ada kenaikan 0,25 basis poin (bps) dalam rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) pada 1 Februari mendatang. Laju kenaikan itu diperkirakan berlanjut hingga dua pertemuan berikutnya.

“Kami memperkirakan fokus terhadap inflasi akan membuat The Fed tetap menaikkan suku bunga acuan hingga ke batas atas melampaui 5% pada akhir kuartal I-2023. Dengan inflasi yang masih di atas 3% pada 2023, The Fed kemungkinan tetap mempertahankan suku bunga di titik puncak tersebut sepanjang tahun untuk menjaga suku bunga riil, bahkan ketika risiko resesi mengemuka pada akhir 2023,” jelas Anna Wong dari Bloomberg Economics.

Proyeksi Bloomberg Economics:

  • Suku bunga acuan saat ini (batas atas): 4,5%.

  • Suku bunga acuan akhir 2023: 5%.

  • Suku bunga acuan akhir 2024: 4%.

2. Uni Eropa (ECB)

ECB masih pada rencana untuk melanjutkan kenaikan suku bunga “secara signifikan dan dalam kecepatan konstan” tahun ini. Proyeksi terkini menunjukkan inflasi masih akan bertahan di atas 2% hingga akhir 2025, meski sudah ada kenaikan suku bunga acuan 250 bps sejak Juli 2022. 

Para pejabat ECB menilai resesi (kalau terjadi) tidak akan terlalu besar. Jadi sepertinya tidak akan membuat ECB mengubah rencana kebijakan moneter.

“Dengan lonjakan harga energi akibat perang di Ukraina, inflasi melesat dan melemahkan ekonomi Eropa. Kami memperkirakan suku bunga acuan akan dinaikkan 50 bps pada Februari dengan kemungkinan pengetatan lebih lanjut,” kata David Powell dari Bloomberg Economics.

Proyeksi Bloomberg Economics:

  • Suku bunga acuan (deposit rate) saat ini: 2%.

  • Suku bunga acuan akhir 2023: 2,25%.

  • Suku bunga acuan akhir 2024: 1,5%.

3. Bank of Japan/BoJ (Jepang)

Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda diperkirakan bakal menjadi sorotan pelaku pasar dalam tiga bulan terakhir masa kepemimpinannya. Kuroda memang masih mempertahankan suku bunga acuan, tetapi melakukan apa yang bisa dilakukan dengan melebarkan target imbal hasil (yield) obligasi pemerintah.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah figur pengganti Kuroda yang akan dipilih oleh Perdana Menteri Fumio Kushida. Kandidat pengganti Kuroda kemungkinan akan diajukan pada akhir Februari, dan ini menjadi penentu arah kebijakan BoJ tidak hanya pada 2023 tetapi juga lima tahun ke depan.

“Penerus Kuroda, yang hawkish sekalipun, sepertinya tidak akan membuat perubahan kebijakan pada 2023. Perubahan mungkin baru terjadi pada 2024. Kita mungkin akan melihat BoJ menaikkan target yield obligasi 10 tahun dari 0% menjadi 0,25% pada kuartal I-2024 dan lepas dari yield negatif untuk tenor jangka pendek pada kuartal II-2024,” papar Yuki Masujima dari Bloomberg Economics.

Proyeksi Bloomberg Economics:

  • Suku bunga acuan saat ini: -0,1%.

  • Suku bunga acuan akhir 2023: -0,1%.

  • Suku bunga acuan akhir 2024: 0%.

4. Bank of England/BoE (Jepang)

BoE kemungkinan masih memasang ‘mode mendaki’. Namun laju ‘pendakian’ itu akan melambat dalam tiga bulan ke depan.

Setelah menaikkan suku bunga acuan dalam kecepatan tertinggi dalam 33 tahun, BoE diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 75 bps ke 4,25% hingga tengah tahun ini. Investor yang sebelumnya memperkirakan kenaikan 50 bps dalam rapat Februari, kini mulai menghitung ulang. Laju kenaikan yang lebih kecil sepertinya mungkin terjadi.

Inflasi mendekati rekor tertinggi dalam empat dekade, dan berbagai pihak menyebut ekonomi Inggris sudah masuk zona resesi dan akan kian memburuk serta bertahan lebih lama dibandingkan negara-negara G7 lainnya. Kekhawatiran mengenai tingginya biaya hidup menghantam rumah tangga, disertai penurunan harga properti dan perlambatan perdagangan internasional akibat Brexit. Gubernur Andrew Bailey sepertinya akan ragu untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan yang tajam.

Proyeksi Bloomberg Economics:

  • Suku bunga acuan saat ini: 3,5%.

  • Suku bunga acuan akhir 2023: 4,25%.

  • Suku bunga acuan akhir 2024: 3,5%.

5. Bank Indonesia/BI (Indonesia)

BI sepertinya akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan dalam laju yang lebih lambat. Ini dilakukan untuk menjaga performa nilai tukar rupiah, yang menjadi mata uang berkinerja terburuk di kawasan dalam satu kuartal terakhir. Selain itu, inflasi juga masih di atas target 2-4% dalam lebih dari setengah tahun.

Gubernur Perry Warjiyo bulan lalu menjanjikan bahwa BI tidak akan menaikan suku bunga secara berlebihan. Dia menyebut tekanan inflasi mulai mereda, dan rupiah diperkirakan bakal menguat.

Ini memberikan ruang bagi BI untuk menjaga pemulihan ekonomi nasional di tengah perlambatan ekonomi global. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan bisa mencapai US$ 1,3 miliar, hampir menyamai Meksiko yang menduduki peringkat 15 dunia.

“BI mungkin akan mengakhiri siklus kenaikan suku bunga saat rupiah sudah stabil, mungkin pada kuartal I-2023. Namun BI akan ‘tersandera’ oleh The Fed yang terus menaikkan suku bunga. Di sisi lain, BI akan terus melakukan upaya menjaga kurva yield dan sebagainya untuk mendukung pemulihan ekonomi,” sebut Tamara Henderson dari Bloomberg Economics.

Proyeksi Bloomberg Economics:

  • Suku bunga acuan saat ini: 5,5%.

  • Suku bunga acuan akhir 2023: 5,25%.

  • Suku bunga acuan akhir 2024: 4,75%.

(aji/hdr)

No more pages