Selain itu, sektor lain yang dinilainya prospektif untuk program penghiliran adalah budi daya rumput laut. Terlebih, Indonesia merupakan produsen terbesar kedua di dunia untuk komoditas tersebut.
“Kenapa enggak buat industri di sini? Jangan biarkan mentahan-mentahan itu terus diekspor. Industri, hilirisasi, itu harus dikembangkan di dalam negeri. Kalau nilai tambahnya muncul, pendapatan negara otomatis akan naik,” katanya.
Tidak hanya itu, penghiliran di sektor perkebunan kelapa sawit juga menjadi salah satu perhatian Kepala Negara. Dengan produksi sekitar 46 juta ton per tahun, Jokowi meyakini kelapa sawit dapat diarahkan untuk produksi pangan dan minyak olahan yang lebih bernilai tambah.
Belum lama ini, saat Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2023, Jokowi sempat menegaskan penghiliran sumber daya alam (SDA) akan makin diperluas, tidak hanya di sektor pertambangan mineral saja, tetapi merambah ke sektor perkebunan, kelautan, hingga energi baru terbarukan (EBT).
Jokowi menegaskan memiliki SDA saja tidak cukup bagi Indonesia untuk menjadi negara maju. Menurutnya, sekadar menjadi pemilik SDA akan membuat RI menjadi bangsa pemalas yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya; tanpa ada nilai tambah dan keberlanjutan.
Lewat penghiliran, dalam 15 tahun, Jokowi percaya pendapatan per kapita akan mencapai Rp217 juta (US$15.800) dan dalam 22 tahun, pendapatan per kapita kita akan menyentuh Rp331 juta (US$ 25.000). Sebagai perbandingan, pada 2022 pendapatan per kapita Indonesia berada di angka Rp71 juta.
“Artinya, dalam 10 tahun lompatanya bisa dua kali lipat lebih, di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita,” tutur Jokowi.
(wdh)