Menurut Sonny pandangan ini tidak valid karena belum disertai dengan sebuah kajian ilmiah. "Belum ada studi, apakah betul pelarangan itu bisa menguntungkan UMKM karena banyak bahan baku UMKM diperoleh dari importasi secara crossborder dibawah US$100 takutnya ini malah melumpuhkan UMKM," tegas dia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero mengatakan rencana revisi sebelumnya menyatakan revisi Permendag akan menguntungkan UMKM. Pasalnya ada kesempatan UMKM k mengisi dan sebagai produk substitusi dari barang impor yang sebelumnya marak pada platform dagang-el (e-commerce).
Pengusaha logistik e-commerce juga menilai selama ini perdagangan lintas batas merupakan jalur resmi dan seluruhnya membayar pajak. Sehingga tidak ada alasan pembatasan nilai impor Rp1,5 juta dilakukan.
Menurut Sonny musuh yang harus diperangi adalah masuknya barang-barang dari luar negeri lewat jalur tidak resmi atau black market, seperti laut, untuk kemudian dijual melalui platform perdagangan lokal .
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menagih janji pengelola social commerce TikTok yang akan mendukung perdagangan pelaku UKM. Dalam praktiknya platform masih menjual barang-barang murah yang diduga masuk melalui jalur impor, bahkan menerapkan predatory pricing.
Teten menambahkan bahwa telah ditemukan beberapa barang yang dijual di e-commerce dengan harga tidak masuk akal. Seperti harga parfum Rp100, pakaian jenis celana pendek Rp2.000. Harga jual tersebut, lanjut Teten, tidak masuk akal.
“Itu ongkos produksi di dalam negerinya aja aja pasti di atas Rp15.000. Jadi belum ada perubahan dari TikTok,” ucap dia. Kembali, Teten contohkan bahwa ditemukan pakaian muslim dijual yang jika dihitung dengan Harga Pokok Produksi (HPP) dalam negeri, tidak akan mampu bersaing.
Peneliti INDEF Nailul Huda menyatakan selama ini produk lokal tidak bisa bersaing dengan barang impor yang dijual via e-commerce ataupun social commerce. Jika nilai transaksi e-commerce diprediksi Rp400 miliar dan dengan menggunakan asumsi transaksi cross border mencapai 10%, tegas Nailul Huda, terdapat perputaran uang Rp40 triliun produk impor yang diuntungkan.
“Makanya kita perlu komitmen dari platform untuk membatasi cross border commerce dan jangan memberikan promo apapun untuk produk cross border commerce dan produk impor sehingga produk lokal bisa bersaing,” kata dia.
(wep)