"Negara-negara di kawasan ini sedang berusaha mengidentifikasi tindakan dan kebijakan untuk mengatasi fenomena ini. Sementara pelaku kriminal bereaksi dengan mencari cara untuk mengubah dan memindahkan operasi mereka, membangun pusat-pusat baru di seluruh wilayah dan meningkatkan fasilitas yang sudah ada," kata laporan tersebut.
Sebagian besar orang yang diperdagangkan dalam operasi penipuan online adalah laki-laki, meskipun wanita dan remaja juga termasuk korban. Berdasarkan laporan tersebut, sebagian besar bukan warga negara di negara tempat perdagangan tersebut terjadi.
Korban cenderung berasal dari seluruh Asia Tenggara tetapi juga mencakup warga China daratan, Hong Kong, Taiwan, Asia Selatan, dan bahkan Afrika dan Amerika Latin.
"Meskipun beberapa negara di Asia Tenggara telah menerapkan kerangka hukum dan kebijakan yang relevan untuk melawan perdagangan manusia, dalam beberapa kasus, negara-negara itu tidak memenuhi standar internasional," kata lembaga PBB tersebut. "Dalam banyak kasus, implementasi mereka belum cukup merespons konteks dan kompleksitas penipuan online ini."
Laporan tersebut menambahkan, mereka yang terjebak dalam penipuan "mengalami perlakuan tidak manusiawi," termasuk kekerasan seksual dan penyiksaan.
(bbn)