Para prinsipnya, tegas Tutuka, pemerintah menginginkan harga gas lebih murah dan terjangkau nilai ekonomisnya. Itu sebabnya pemerintah menetapkan alokasi gas yang ditujukan bagi industri atau non-HGBT.
"Dia [PGN, ingin] menjual dengan harga yang memberatkan konsumen. Kan kami tidak bolehkan," tuturnya.
Berdasarkan surat edaran PGN kepada pelanggan gas industri non-HGBT, per 1 Oktober, harga gas untuk pelanggan kategori Gold naik 29,8% bakal menjadi US$11,9 per metric million british thermal unit (MMBtu).
Harga gas untuk pelanggan kategori Silver akan naik 22,5% menjadi US$12 per MMBtu, untuk kategori Bronze 3 bakal naik 34,3% menjadi US$12,3 per MMBtu, sedangkan untuk kategori Bronze 3 akan naik 36% menjadi US$12,5 per MMBtu.
Adapun, untuk pelanggan kategori Bronze 1, kenaikan harga akan berlaku mulai 1 Januari 2024 dengan besaran kenaikan mencapai 66% menjadi Rp10.000 per meter kubik.
Kementerian ESDM juga sebelumnya sudah menyesuaikan harga gas untuk 7 sektor industri penerima HGBT yang a.l. sektor pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Sejak 19 Mei 2023, HGBT mengalami penyesuaian dari US$6 per MMBtu, tergantung pada masing-masing sektor industri pengguna. Hal itu sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No. 91/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Namun demkian, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan implementasi kebijakan HGBT masih kerap menuai ganjalan. Salah satu yang menjadi persoalan utama adalah harga gas bumi yang harus dibayarkan oleh industri penerima masih melebihi ketentuan.
Menurutnya, lebih dari 95% perusahaan yang ditetapkan sebagai penerima HGBT berdasarkan Kepmen ESDM No. 91/2023 masih menerima harga gas bumi di atas US$6 per MMBtu.
“HGBT terus naik setiap kali ada penetapan baru. Selain itu, HGBT yang diterima oleh perusahaan tidak seragam meskipun berada dalam satu wilayah yang sama. Contohnya, di wilayah Jawa Bagian Barat, PT Indo Bharat Rayon mendapat HGBT US$6,61 per MMBtu, PT Asahimas Chemical mendapatkan HGBT US$6,5 per MMBtu, sedangkan PT Trinseo Material USD6,73/MMBTU,” ujar Febri, awal bulan ini.
Menurut riset LPEM FEB-UI, implementasi HGBT diklaim telah menaikkan utilisasi pabrikan sebesar 7,3% pada 2021, setelah mengalami penurunan sekitar 4,2% pada 2020. Dengan demikian, HGBT diperkirakan telah memberikan dampak bersih kenaikan produksi manufaktur sebesar 11,5%.
Berdasarkan kelompok industrinya, kebijakan HGBT secara signifikan meningkatkan utilisasi industri gelas sebesar 32,55% dan industri keramik sebesar 10,26%. Industri oleokimia dan sarung tangan karet juga mengalami kenaikan utilisasi produksi saat puncak Covid-19.
(wep/hps)