Beberapa perkembangan perjanjian kredit baru yang dilakukan oleh korporasi dengan bank-bank besar, sedikit banyak memberikan optimisme itu.
Perusahaan menara, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) melalui Protelindo dan Iforte, mendapatkan kucuran pinjaman senilai Rp 1 triliun dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan penandatanganan kesepakatan kredit yang dilaporkan pada Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia, awal pekan ini.
Sehari setelahnya, perusahaan petrokimia milik taipan Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) menandantangani kesepakatan dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dalam penyediaan fasilitas pembiayaan bagi pelanggan Chandra Asri di dalam negeri.
"Kolaborasi pemberian fasilitas ini menjadi skema pembiayaan pertama yang dirancang khusus oleh BRI untuk industri petrokimia nasional," demikian dikutip dari situs perseroan, Rabu (30/8/2023).
Sebelum dua korporasi tersebut, PT Agro Murni yakni anak usaha Mewah International, perusahaan kelapa sawit yang sahamnya tercatat di bursa Singapura, menerima pinjaman modal kerja dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar US$ 120 juta.
Sementara perusahaan tambang yang baru saja mencetak rekor IPO terbaik di dunia, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) sebelumnya telah berhasil mendapatkan kredit sebesar US$ 350 juta, sekitar Rp5,3 triliun dari sindikasi perbankan Indonesia dan Singapura pada awal Agustus lalu.
Bunga Kredit Naik
Berdasarkan hasil survei BI terakhir, ada potensi perbaikan kinerja penyaluran kredit baru pada kuartal III-2023 untuk semua jenis kredit. Akan tetapi, hasil survei yang sama juga mencatat, perbankan cenderung memperkirakan permintaan pembiayaan korporasi tiga bulan ke depan -sampai Oktober- masih akan stagnan di mana itu akan memengaruhi tingkat permintaan pengajuan kredit baru ke perbankan.
Beberapa alasan dipaparkan mengapa permintaan pembiayaan korporasi masih belum sepenuhnya bangkit meski secara historis kuartal III dan IV biasanya memuncak. Korporasi masih memilih memakai dana sendiri untuk membiayai operasional maupun ekspansi mereka.
Pertama, penurunan kegiatan operasional terimbas permintaan domestik yang melemah membuat korporasi tidak tergerak menambah pembiayaan baru.
Kedua, penundaan sejumlah rencana investasi karena situasi yang belum menjanjikan untuk ekspansi besar.
Ketiga, pelemahan permintaan ekspor. Ini tidak bisa dilepaskan dari pelemahan perekonomian global dengan kemerosotan China, mitra dagang utama Indonesia, yang semakin mencemaskan. Berakhirnya pesta harga komoditas juga memengaruhi permintaan pembiayaan korporasi terutama yang bergerak di sektor tambang.
Keempat, korporasi menahan diri dari pengajuan pembiayaan baru karena pertimbangan efisiensi bunga. Korporasi memilih memanfaatkan dana sendiri, pemanfaatan fasilitas kelonggaran tarik dan baru menimbang untuk menambah pinjaman ke perbankan lokal.
Berdasarkan publikasi Bank Indonesia, pada Juli lalu tingkat bunga kredit perbankan memang mencatat kenaikan tipis ke 9,35% dari bulan sebelumnya, meski sudah menurun dibanding Mei yang rata-rata di 9,37%.
Mengacu pada Statistik Perbankan termutakhir, rata-rata tingkat suku bunga kredit modal kerja pada Mei lalu berada di level 8,93%. Sementara bunga kredit investasi di kisaran 8,85%, disusul tingkat bunga kredit konsumsi di rentang 10,35%.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pernyataan terakhir di hadapan parlemen, Selasa (29/8/2023), menegaskan kebijakan makroprudensial bank sentral diarahkan untuk mendukung pertumbuhan.
"Kami baru saja mengeluarkan insentif likuiditas kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas baik itu hilirisasi minerba juga pertanian dan perikanan, lalu perumahan. Kami tambahkan likuiditas Rp49,7 triliun mulai Oktober nanti sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2023 akan sebesar 5,15%, sedikit lebih kecil dibanding capaian kuartal II-2023 yang melampaui ekspektasi di angka 5,17%.
"Ekonomi kita terbaik di dunia. Secara keseluruhan tahun ini [pertumbuhan ekonomi] sedikit di atas 5% dengan sumber pertumbuhan dari domestik khususnya konsumsi," kata Perry.
-- dengan bantuan laporan Mis Fransiska Dewi.
(rui/aji)