Pelaku pasar cenderung optimistis bahwa pengetatan moneter the Fed mungkin sudah menemui titik puncaknya, menyusul data pembukaan lapangan kerja JOLTS Opening yang mencatat level terendah sejak awal 2021 dan menjadi laju penurunan keenam dalam tujuh bulan terakhir. Itu bisa dibaca bahwa kondisi pasar tenaga kerja di Negeri Paman Sam memasuki fase pendinginan yang tak terbantah.
Ekonom Bloomberg Economics Stuart Paul menilai, data pembukaan lapangan kerja baru yang menurun itu akan membuat pekerjaan The Fed lebih mudah.
"Data pasar tenaga kerja Juli adalah apa yang ingin dilihat oleh pembuat kebijakan: pertumbuhan lapangan kerja baru yang melambat, angka pengangguran yang masih relatif rendah sebagai ekses dari berkurangnya permintaan kerja," jelasnya dalam riset terbaru yang dirilis Selasa malam.
Data tersebut juga memengaruhi tingkat keyakinan konsumen di Amerika yang mencatat penurunan di luar dugaan pada Agustus ke level 106,1, setelah pada Juli masih di angka 114 dan konsensus memperkirakan kenaikan ke 116.
Penurunan indeks keyakinan konsumen AS juga dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak di negeri itu menyusul pengurangan suplai oleh OPEC+, dan akhirnya memengaruhi ekspektasi terhadap kenaikan biaya hidup. Sementara analisis ekonom Bloomberg menilai, penurunan indeks keyakinan konsumen menjadi pertanda bahwa kenaikan belanja yang terjadi kemarin tidak akan bertahan lama.
"Inflasi tetap tinggi dan suku bunga telah melonjak menempatkan pembelanjaan yang sensitif terhadap bunga berada di luar jangkauan rumah tangga. Pada akhirnya, konsumen mengalihkan belanja pada pengalaman yang lebih mudah dijangkau dengan kartu kredit," kata Eliza Winger, ekonom Bloomberg Economics.
Sementara itu, analis lain menilai The Fed membutuhkan pemicu kuat untuk menaikkan lagi bunga acuan pada November nanti.
"Ada 75% peluang the Fed akan menaikkan bunga acuan pada November nanti tapi mereka membutuhkan pemicu untuk melakukannya dan itu akan menjadi akhir dari siklus kenaikan bunga acuan," kata Dwyfor Evans, Head of APAC Macro Strategy di State Street Global Market, dalam wawancara dengan Bloomberg TV, Rabu (30/8/2023).
Analis menilai, bila tidak ada pemicu yang jelas untuk melanjutkan pengetatan melalui kenaikan bunga acuan, maka tidak ada alasan untuk kenaikan lagi.
Yield surat utang AS kompak melandai semalam meski siang hari ini terlihat mulai kembali naik dengan tenor 10 tahun ke kisaran 4,13% dan tenor 2 tahun yang sensitif dengan arah kebijakan moneter juga naik 2,1 bps ke 4,91%.
Di pasar spot sampai tengah hari ini, rupiah telah menguat 26 bps ke Rp15.235/US$,di kala indeks dolar AS yang mengukur kekuatan the greenback di depan enam mata uang utama dunia tetap menguat.
Animo pemodal di pasar surat utang negara juga kembali, terindikasi dari penurunan yield SUN/INDOGB dipimpin oleh tenor 10 tahun yang tergerus 4,3 bps ke 6,341%. Imbal hasil tenor 15 tahun juga melandai ke 6,504%.
Sementara INDOGB-2 tahun melanjutkan penurunan hari ketiga di posisi 6,322%. Akan tetapi selisih imbal hasil antara tenor 10 dan 2 tahun semakin sempit dengan gap hanya 4 bps.
(rui/aji)