Teknisnya, tetesan air hujan dapat menarik ratusan partikel PM2.5 ke permukaannya saat bergerak melalui atmosfer sebelum jatuh ke tanah. PM2.5 atau particulate matter merupakan salah satu tipe polusi yang paling berbahaya.
PM2.5 berbentuk debu berukuran mikro dan bisa masuk ke dalam paru-paru. Jenis polusi ini lazim berasal dari asap rokok, pembakaran, aktivitas memasak dengan kayu bakar, kegiatan pertanian, pembangkit listrik, industri dan efek emisi kendaraan.
Dalam proses pembentukan hujan, terjadi tarik-menarik antara tetesan air dan aerosol berupa debu atau asap. Proses ini disebut koagulasi. Oleh karena itu, tetesan air hujan dapat menghilangkan polutan di udara, seperti gas dan partikulat berbahaya.
Tahun lalu, BMKG menganalisis indeks Indian Ocean Dipole (IOD) pada bulan Agustus. Hasilnya menunjukkan kondisi IOD negatif, artinya peristiwa penurunan suhu permukaan laut di Samudera Hindia bagian barat yang menyebabkan tekanan udara lebih tinggi pada wilayah ini. Hal yang bisa dibandingkan dengan pantai timur samudera yang letaknya lebih dekat dengan Indonesia.
IOD negatif ini berdampak pada peningkatan frekuensi hujan di Indonesia. Adanya curah hujan yang rendah disertai polusi udara yang meningkat , membuat Pemerintah Indonesia beserta dengan BMKG pada hari Minggu malam (27/08/2023) melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) sehingga menghasilkan hujan buatan.
(yun/wep)