Logo Bloomberg Technoz

Refinancing berarti penerbit obligasi memperbarui utang jatuh tempo dengan utang baru dengan tingkat kupon yang mengacu pada tingkat imbal hasil benchmark saat ini. Di tengah tingkat bunga tinggi seperti sekarang, bisa dipastikan kupon akan lebih mahal dan berarti biaya lebih besar bagi perusahaan karena harus membayar kupon atau bunga lebih tinggi.

Tingkat imbal hasil obligasi korporasi berdenominasi dolar AS pada Agustus saat ini telah mendekati 7%, jauh melonjak dibandingkan kisaran 3% pada awal 2021 lalu, berdasarkan indeks yang disusun oleh Bloomberg.

"Kenaikan biaya pinjaman di Asia Tenggara bisa menempatkan korporasi dalam posisi neraca keuangan yang lemah karena refinancing menjadi lebih mahal," menurut analis Bloomberg Intelligence Sufianti, seperti dilansir Bloomberg News, Rabu (30/8/2023).

Analis menilai, beban utang perusahaan-perusahaan di kawasan Asia Tenggara memang belum berada di titik yang mengkhawatirkan. Akan tetapi, risiko refinancing di tengah bunga acuan yang tinggi akan memicu kekhawatiran bagi beberapa perusahaan dengan tanggal jatuh tempo kian dekat.

Outstanding US$ 4,83 miliar

Perusahaan-perusahaan asal Indonesia juga tercatat di deretan korporasi penerbit global bond dengan tanggal jatuh tempo dalam hitungan bulan ke depan. 

Berdasarkan penelusuran Bloomberg Technoz, beberapa di antaranya adalah obligasi dolar AS terbitan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), BUMN holding pertambangan, yang memiliki kupon 5,71% dan tanggal jatuh tempo pada 15 November 2023.

Global bond tersebut adalah bagian dari pembelian kembali sebagian dari total obligasi yang diterbitkan MIND ID pada 2018 senilai total US$ 4 miliar. Di mana sebanyak US$ 1 miliar memiliki kupon 5,23% telah jatuh tempo pada 2021 dan sebesar US$ 1,25 miliar jatuh tempo tahun ini. Nilai global bond outstanding saat ini masih sebesar US$ 310,93 juta. 

Selain obligasi dolar milik MIND ID, ada juga surat utang jangka menengah, Medium Term Notes, yang diterbitkan oleh PT Puji Surya Indah, perusahaan produsen kopi dan distributor asal Surabaya, Jawa Timur. MTN berdenominasi dolar AS itu senilai US$ 5 juta dan memberikan kupon 1,5% dengan masa jatuh tempo pada 21 September 2023. 

Sementara dalam daftar global bond dengan tanggal jatuh tempo tahun depan, jumlah deretan korporasi jauh lebih banyak dengan total nilai oustanding global bond jatuh tempo mencapai US$ 4,83 miliar. 

Di antaranya adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang menerbitkan Euro MTN senilai US$ 750 juta, memberikan kupon 3,75% dan maturity date 11 November 2024.

Ada juga PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) senilai US$ 500 juta, jatuh tempo pada 24 Maret 2024 dengan kupon 3,95%. 

Disusul berikutnya adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO) senilai US$ 750 juta, dengan kupon 4,25% dan jatuh tempo 31 Oktober 2024. Lalu, PT Indika Energy Tbk (INDY) dengan global bond jatuh tempo pada November 2024 senilai  US$ 575 juta, berkupon 5,87%.

Nickel Industries Ltd, yang menguasai saham PT Hengjaya Mineralindo, perusahaan tambang nikel yang tercatat sebagai salah satu pemasok terbesar bijih limonit dan saprolit high-grade ke IMIP, juga memiliki utang dolar AS jatuh tempo tahun depan senilai US$ 245,6 juta. 

Perusahaan properti PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) melalui APL Realty Holdings Pte Ltd juga punya obligasi jatuh tempo US$ 131,96 juta dengan kupon 5,95%.

Grup Lippo melalui LMIRT Capital Pte, tercatat memiliki utang dolar AS jatuh tempo sebesar US$ 231,8 juta. Lalu, ada juga PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) juga menghadapi jatuh tempo utang dolar AS senilai US$ 450,14 juta. 

Nilai utang dolar AS jatuh tempo yang cukup besar menjadi risiko yang perlu dikelola oleh korporasi terkait dengan prospek bunga acuan global masih akan bertahan di level tinggi setidaknya sampai tahun depan.

Pelaku pasar global saat ini cenderung meyakini skenario bunga acuan Federal Reserve baru akan memulai siklus pemangkasan pada kuartal II-2024, mundur dari perkiraan semula pada kuartal I-2024. 

Masih 'Aman'

Meski menghadapi risiko beban mahal refinancing untuk utang jatuh tempo korporasi dalam denominasi dolar AS, sejauh ini Indonesia masih relatif 'aman' bila melihat rasio utang dan pinjaman terhadap Produk Domestik Bruto.

Rasio surat utang dan pinjaman dengan PDB negara kawasan Asia Tenggara (Bloomberg)

Berdasarkan data dari Dana Moneter Internasional (IMF), rasio jumlah utang dan pinjaman dari perusahaan nonkeuangan di Indonesia baru sebesar 23% dibandingkan PDB. 

Rasio itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia sebesar 78% dan Thailand yang rasionya hampir 90%, tertinggi di kawasan.

Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi utang luar negeri RI pada kuartal II-2023 juga masih terkendali. Indikasinya, rasio ULN Indonesia terhadap PDB menurun jadi 29,3%, dibanding kuartal sebelumnya di angka 30,1%. Dominasi utang luar negeri jangka panjang juga masih bertahan dengan proporsi mencapai 87,7%.

-- dengan bantuan Harry Suhartono dari Bloomberg News.

(rui/aji)

No more pages