“Konsumen kembali disibukkan dengan kenaikan harga secara umum, terutama kebutuhan sehari-hari dan bensin. Pembalikan keyakinan konsumen terjadi di seluruh kelompok, tetapi terutama di kelompok berpendapatan US$ 100.000 atau lebih dan juga yang berpendapatan kurang dari US$ 50.000,” papar Dana Peterson, Kepala Ekonom The Conference Board, dalam siaran tertulis.
Perkembangan ini membuat pasar kembali yakin bahwa puncak suku bunga acuan sudah dekat. Mengutip CME FedWatch, peluang bank sentral The Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan tetap di 5,25-5,5% dalam rapat bulan depan mencapai 89%.
Tanpa sentimen kenaikan suku bunga, harga emas jadi lebih leluasa. Sebab, emas adalah aset yang kurang menguntungkan dalam iklim suku bunga tinggi mengingat statusnya sebagai aset tanpa imbal hasil (non-yielding asset).
Analisis Teknikal
Ke depan, seperti apa prospek harga emas?
Secara teknikal, harga emas kini berada di fase bullish. Terlihat dari skor Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 57,29.
Nilai RSI di atas 50 menandakan suatu aset berada di zona bullish. Apalagi angkanya masih jauh dari 70, artinya belum jenuh beli (overbought) sehingga potensi aksi borong masih terbuka dan harga bisa naik lagi.
Menggunakan pendekatan Moving Average (MA), harga emas sudah menembus resisten MA-50 yakni US$ 1.930,28/ons. Oleh karena itu, mungkin sudah saatnya menguji target resisten selanjutnya di US$ 1.955,85/ons.
Namun, perlu dicatat bahwa harga emas sudah naik cukup tinggi. Dalam seminggu terakhir, harga naik 2,04% secara point-to-point.
Dengan begitu, risiko koreksi teknikal pasti ada. Target koreksi atau support terdekat ada di US$ 1.928,85/ons. Jika tertembus, maka ada risiko turun lagi menuju US$ 1.914,66/ons.
(aji)