Melalui anak Premier Oil Tuna BV, Harbour Energy memiliki hak partisipasi atau participating interest (PI) sebesar 50%, seperti halnya Zarubehzneft melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd. yang juga mengantongi 50%.
Harbour Energy sendiri juga sebeluknya telah memutuskan untuk mengundur investasi akhir atau final invesment decision (FID) terhadap pengembangan Blok Tuna, di Laut Natuna Timur menjadi 2025. Pemerintah Indonesia, padahal, telah memberikan persetujuan untuk rencana pengembangan atau plan of development (POD) Lapangan Tuna sejak Desember 2022.
Pengunduran tersebut, kata Harbour, tak lain adalah imbas dari sanksi Uni Eropa (UE) dan Inggris terhadap invasi Rusia ke Ukraina.
"Kami terus melakukan diskusi konstruktif dengan Pemerintah Rusia sebagai mitra kami, dan pemerintah Indonesia untuk mencapai solusi--tetapi tidak mengantisipasi untuk dapat memulai FID hingga tahun depan, yang berarti potensi keputusan investasi akhir akan diambil pada 2025," ujar Chief Executive Officer (CEO) Harbour Energy, Linda Zarda Cook dalam keterbukaan informasi, dikutip Minggu (27/8/2023).
Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok Tuna diperkirakan memiliki potensi gas di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMSCFD). Selain itu, investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun.
(ibn/wdh)