Susiwidjono mengatakan saat ini pemerintah pun tengah mengkaji opsi untuk mendesain ulang besaran insentif konversi motor listrik, guna menarik minat masyarakat beralih ke kendaraan ramah lingkungan.
"Selama ini juga skemanya sebenarnya sudah jalan. Namun, memang kita perlu inikan kembali dalam operasionalnya; akan dihitung-hitung lagi [besaran insentifnya],"
Melalui program konversi, sepeda motor yang sebelumnya mengonsumsi Pertalite bersubsidi atau bahan bakar minyak (BBM) lainnya diharapkan berubah menggunakan listrik tanpa subsidi. Selain itu, kendaraan yang sebelumnya mengeluarkan emisi CO2 berubah menjadi tanpa emisi, sekaligus dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan menangani perubahan iklim global.
Pemerintah menargetkan penyaluran insentif terhadap 200.000 unit motor listrik baru dan konversi pada 2023, dan tahun depan 600.000 motor listrik baru dan 150.000 motor konversi. Nilai anggaran yang sudah disiapkan pada dua tahun tersebut masing-masing Rp1,75 triliun dan Rp55,25 triliun.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana sebelumnya mengatakan besaran ‘subsidi’ tersebut kurang menggairahkan untuk menarik minat konsumen mengonversi sepeda motor listrik.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah pun tengah mengkaji opsi untuk menaikkan besaran insentif. Namun, dia belum dapat memerinci berapa kemungkinan kenaikan insentif untuk konversi sepeda motor listrik tersebut.
“Ya, sekarang [insentifnya] Rp7 juta kan, tetapi kami lagi melihat, kok [dengan bantuan] Rp7 juta ini tidak banyak yang mendaftar [konversi sepeda motor listrik]. Apakah ini kurang atau seperti apa? Itu juga salah satu yang akan masuk [pembahasan],” ujarnya seusai penandatanganan MoU produksi hidrogen hijau antara PLN, Pupuk Iskandar Muda, dan August Global Investment pada Senin (28/8/2023).
Saat ini, kata Dadan, pembahasan mengenai penambahan insentif konversi sepeda motor listrik baru dilakukan di tingkat internal Kementerian ESDM.
(ibn/wdh)