Tarif Tinggi
Meskipun tarifnya tinggi, kata Aditya, LRT Jabodebek tetap bisa menarik minat masyarakat lantaran ongkosnya masih lebih terjangkau dibandingkan dengan naik kendaraan pribadi menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Menurut Aditya, tarif LRT tidak dapat berdiri sendiri karena harus ada tarif pendukung seperti tarif park and ride yang terjangkau dengan tarif satu harga selama sehari.
“Percuma tarif LRT terjangkau kalau tarif parkir kendaraan di stasiun atau menuju stasiun mahal. Masyarakat akan tetap naik kendaraan pribadi,” tutur Adit.
Selain itu, pemerintah juga disarankan menyediakan tarif angkutan umum seperti di antaranya ke Stasiun Harjamukti, Ciracas, Jati Mulya, dan Jati Bening Baru. Sistem pembayarannya pun mesti terintegrasi dengan Jaklingko. Jika masyarakat berpindah moda, tetap bisa mendapatkan tarif ekonomis karena LRT tidak mungkin digunakan untuk titik awal angkutan (first mile) dan titik akhir (last mile).
“Saat ini tarif yang integrasi dengan Jalingko digunakan oleh MRT Jakarta, LRT Jakarta dan Transjakarta. Tinggal KRL commuter dan LRT Jabodebek yang belum masuk tarif integrasi Jaklingko,” kata Adit.
Salah seorang warga Ciracas, Jakarta Timur, Rani Ayu (35) menilai LRT Jabodebek belum bisa menjadi transportasi andalan karena tarifnya setelah promo masih cukup mahal. Ongkos yang dikeluarkan tidak akan jauh berbeda jika dia menggunakan mobil pribadi. Hanya saja ketika lebih sering naik mobil pribadi waktu akan habis di perjalanan karena macet.
“LRT memang bisa memangkas waktu, tetapi jika diakumulasi pengeluaran rutin pakai LRT akan sama saja dengan mobil pribadi kalau dari lokasi rumah saya,” imbuh Rani.
Juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengutarakan pemberian tarif promo menggunakan subsidi dari pemerintah menggunakan skema PSO. Besaran PSO yang diberikan untuk subsidi tarif dari mulai beroperasi sampai dengan akhir tahun 2023 mencapai Rp66 miliar. "Jumlah ini di luar pemberian subsidi untuk prasarana,” ujar Adita.
Headway terbatas
Kekurangan kedua dari LRT Jabodebek, kata Aditya, yakni headway atau jeda antarperjalan yang terbatas. Dia menyebut kapasitas angkut LRT masih terbatas, tetapi sebenarnya bisa dikompensasi dengan frekuensi perjalanan yang tinggi serta headway yang lebih rapat.
“Headway seharusnya bisa jadi stimulan. Normalnya kalau sudah berjalan normal, dari Stasiun Harjamukti 6 menit sekali dan dari arah Bekasi dari Jati Mulya 6 menit sekali. Ketemu di Stasiun Cawang ke dukuh atas menjadi 3 menit sekali. Itu idealnya. Namun, karena masih dalam tarif promo Rp 5.000 masih dapat dimaklumi jika tidak ideal. Setelah harga normal seharusnya bisa diatasi," tuturnya.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengatakan saat ini headway LRT setiap 10 menit di jalur Stasiun Dukuh Atas—Cawang. Lalu, headway akan berada di setiap 20 menit di Stasiun Jatimulya—Cawang, dan Stasiun Harjamukti—Cawang.
"[Selama] 10 menit di dalam kota, 20 menit di ujung- ujungnya di Harjamukti dan Jatimulya," ujar Risal usai peresmian LRT di Stasiun Dukuh Atas, Senin.
Akesbilitas dan Konektivitas
Keterbatasan ketiga, lanjut Aditya, belum semua stasiun di kota penyangga seperti di sekitar Stasiun Cikunir 1 dan 2, Stasiun Jati Bening Baru, dan Ciracas memiliki konektivitas angkutan umum yang baik. Misalnya, BRT Trans Patriot yang belum terkoneksi dengan Stasiun di Wilayah Bekasi seperti Cikunir 1 dan 2.
“Namanya sudah beroperasi komersial, seharusnya aksesbilitas dan konektivitas sudah siapkan dahulu bukan belakangan. Ini untuk menarik minat masyarakat pindah ke LRT,” tutur Aditya.
Konektivitas yang terbatas diamini oleh warga Bekasi, Jawa Barat, Zulian Fatha (26). Dia menyebut bus pengumpan untuk mengakses Stasiun Cikunir 2 belum ada. BRT Trans Patriot tidak melewati jalur tersebut. Selain itu, dia menilai kualitas bus Trans Patriot juga memprihatinkan.
“Busnya kurang bagus dibandingkan dengan TransJakarta jadi tidak nyaman naiknya dan lama menunggu serta sulit menjangkaunya. Stasiun LRT sudah bagus tapi pengumpan untuk ke stasiun sulit terjangkau,” ungkap Zulian.
Dia pun meminta pemerintah jangan hanya memerhatikan stasiun saja. Namun, akses pendukung ke stasiun juga harus dipikirkan agar masyarakat mau beralih ke LRT.
Menaggapi hal itu, Jubir Kemenhub Adita menyebut bus pengumpan masih dikembangkan secara paralel dengan pemerintah daerah. LRT Jabodebek meliputi pemerintah DKI Jakarta, Bekasi, dan Depok Jawa Barat. Pihaknya akan bekerja sama dengan dinas perhubungan pemerintah daerah kota/kabupaten setempat untuk memastikan integrasi moda bisa lebih maksimal.
“Bus pengumpan untuk wilayah Jakarta tidak ada masalah berarti. Ini lebih ke Bekasi dan Cibubur masih dikembangkan. Ada beberpa rencana pastinya akan diperbanyak transportasi ke sana. Karena ada di ranah pemerintah daerah peran mereka harus dipastikan,” ujar Adita usai peresmian LRT di Stasiun Dukuh Atas, Senin (28/8/2023).
Dari tiga keterbatasan LRT itu, Aditya menyebut, pemerintah tidak pernah belajar untuk membuat perencanaan secara komprehensif. Dengan berbagai keterbatasan, masyarakat masih bisa menggunakan LRT Jabodebek untuk titik-titik tertentu.
“Namun, tidak boleh lama-lama kalau masih tarif Rp5.000 oke lah. Kalau sudah tarif normal harus selesai semuanya. Memang [pemerintah] belum siap [mengoperasikan LRT Jabodebek] secara komersial,” jelas Adit.
(mfd/wdh)