Pemerintah memiliki dua megaproyek penghiliran batu bara melalui skema kerja sama dengan badan usaha. Pertama, yaitu pengolahan batu bara menjadi amonia yang digawangi Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Kedua, pengolahan menjadi DME sebagai substitusi LPG yang dipenggawai PTBA.
Wafid mengatakan pemerintah masih membuka kemungkinan opsi lain bagi PTBA untuk melanjutkan proyek penghiliran batu bara, selain menggunakan skema DME. Namun, prakondisi untuk peralihan itu masih harus dikaji lebih lanjut.
“Jangan sampai kebutuhan bahan dasar kita itu impor dari luar, sedangkan masih bisa kita [produksi]. Kalau DME kemarin kan jelas memang 70%—80% [LPG] kita impor. Kalau bisa kita konversi dari batu bara, mengapa tidak? Namun, kalau memang skala keekonomiannya membuat DME kurang [menarik], mungkin produk lain [bisa digarap],” ujarnya.
Sebelumnya, Bukit Asam menyatakan bakal tetap mempertahankan proyek penghiliran batu bara menjadi DME atau gasifikasi, dan tidak akan mengalihkannya ke proyek amonia seperti yang dilakukan Grup Bakrie.
Komisaris Utama Bukit Asam Irwandy Arif mengatakan dewan direksi PTBA sepakat agar proyek penghiliran batu bara tetap di jalur gasifikasi, meski tak menampik progresnya akan terhambat setelah ditinggal pergi APCI.
“Dari pimpinan perusahaan tetap DME dan kami sedang mencari mitra baru serta rencana baru seperti [produksi] anoda substitusi grafit, yang kemudian menjadi activated carbon. Kalau anoda [pangsa pasarnya besar] karena pasti dibutuhkan untuk bahan baterai kendaraan listrik,” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/7/2023).
Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menyinggung bahwa proyek penghiliran batu bara dapat mengurangi beban subsidi energi untuk LPG senilai Rp7 triliun per tahun.
Untuk gasifikasi, proyek itu sejatinya direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.
Dengan mendatangkan investasi asing dari APCI senilai US$2,1 miliar atau sekitar Rp30 triliun, proyek itu tadinya digadang-gadang sanggup memenuhi kebutuhan 500.000 ton urea per tahun, 400.000 ton DME per tahun, dan 450.000 ton polipropilen per tahun.
Menyitir pernyataan resmi Pertamina, dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini diklaim dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.
Selain itu, proyek ini diharapkan dapat memberikan efek domino seperti menarik investasi asing lainnya dan –melalui penggunaan porsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN)– proyek itu juga dapat memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal.
(wdh)