Setelah memberi sinyal kemungkinan pencalonannya selama beberapa pekan, pengumuman yang disampaikan Gou menempatkannya dalam persaingan langsung dengan Hou Yu-ih dari partai oposisi Koumintang. Keduanya memperebutkan dukungan dari warga Taiwan yang mendukung hubungan lebih erat antara Taiwan dan China.
Dia juga akan berhadapan dengan Wakil Presiden Lai Ching-te, kandidat dari partai penguasa DPP yang memperjuangkan status Taiwan sebagai negara independen.
Gou merupakan mantan anggota Partai Koumintang. Dengan pencalonannya kali ini, dia mungkin akan mengurangi peluang Hou yang kampanyenya dimulai dengan lebih lambat.
Hanya 15,2% responden yang memilih Gou dalam jajak pendapat pada Juli yang dilakukan oleh Taiwan Public Opinion Foundation, sebuah lembaga pemikir swasta.
Angka tersebut lebih rendah dari Lai, yang mendapat dukungan sebesar 33,9% disusul oleh Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan dengan dukungan 20,5%, dan Hou dengan 18% dukungan.
"Karena kepedulian terhadap situasi geopolitik dan ekonomi Taiwan, serta keyakinan yang kuat dalam demokrasi Taiwan, saya telah berusaha menyatukan semua partai oposisi selama beberapa bulan terakhir," ujarnya pada acara Senin.
Namun dia menambahkan, usahanya sejauh ini "tidak ada kemajuan" karena partai-partai lain memiliki pertimbangan masing-masing.
Dia juga berjanji untuk meningkatkan PDB per kapita Taiwan di atas PDB Singapura.
Ini bukan kali pertama Gou mencoba mencalonkan diri sebagai presiden. Pada 2019, taipan tersebut menyerahkan kegiatan operasional Foxconn kepada manajemen baru untuk pencalonannya. Namun, upayanya tersebut tidak berhasil.
Gou mengkritik DPP dalam sebuah artikel opini di Washington Post pada Juli karena menciptakan ketegangan dengan Beijing.
Dia menyerukan agar Taiwan dan China melanjutkan pembicaraan langsung di bawah kerangka One China atau Satu China, yang merujuk pada gagasan Taiwan merupakan bagian dari China.
DPP kala itu membantah klaim tersebut, menganggap Taiwan merupakan negara merdeka secara de facto.
Gou telah mengumpulkan sebagian besar dari kekayaannya, sekitar US$7 miliar, yang berasal dari Faxconn untuk memproduksi berbagai gadget untuk perusahaan seperti Apple Inc. dan Sony Group Corp. di China sejak akhir 1980-an.
Sebagian besar ponsel ikonik Apple masih dirakit di pusat manufaktur utama Foxconn di China tengah, sebuah kampus besar yang disebut "kota iPhone".
Sebagai pemegang saham terbesar di Foxconn, Gou menepis kekhawatiran bahwa kehadiran perusahaan tersebut di China akan membuatnya rentan terhadap tekanan dari Beijing.
"Jika rezim Komunis China mengancam akan menyita properti perusahaan di China, saya akan berkata, 'Ya! Silahkan lakukan itu!'," katanya. "Saya bisa mengorbankan kekayaan pribadi saya demi perdamaian bagi Taiwan."
-Dengan asistensi dari Betty Hou.
(bbn)