Logo Bloomberg Technoz


Demikian halnya dengan harga tiket. Alvin menjelaskan jika entitas hasil merger maskapai BUMN membidik pangsa pasar Garuda, maka akan terjadi kenaikan harga bagi penumpang yang terbiasa menggunakan jasa Pelita dan Citilink.

Tarif atau harga tiket maskapai sebenarnya diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 20/2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Harga tiket maskapai full service dibolehkan 100% hingga tarif batas atas (TBA), medium service 90% TBA, dan low cost carrier (LCC) 85% TBA.

“Tarif ini sudah berlaku sejak 2019. Sudah saatnya diperbarui dengan cost index yang lebih realistis. Harga tiket harus selalu dalam koridor tarif batas bawah [TBB] dan TBA,” ujar Alvin.

Terkait dengan rute, merger maskapai pelat merah –jika menjadi satu entitas– akan berisiko memangkas slot rute dan jadwal terbang. “Sebab, jika merger, izin rute dan slot hanya untuk 1 maskapai. Dua maskapai lainnya akan kehilangan AOC [air operator certificate], rute, dan slot. Satu airline yang beroperasi bisa mengajukan rute dan slot baru,” terangnya. 

Ilustrasi Garuda Indonesia dan Citilink. (Dimas Ardian/Bloomberg)


Di sisi lain, Associate Director BUMN Research Group Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan ketiga maskapai pelat merah tersebut sebenarnya memiliki karakter yang hampir serupa, tetapi memiliki perbedaan dalam hal segmen pasarnya.

Di tengah tingginya permintaan terhadap layanan penerbangan di dalam negeri saat ini, serta keterbatasan suplai pesawat terbang, Toto menilai wacana penggabungan atau pembentukan holding BUMN sektor penerbangan sangat realistis.

“Menggabungkan Garuda Group dan Pelita Air merupakan aksi korporasi yang masuk akal. Kekuatan perusahaan hasil proses merger ini dapat memberikan layanan yang lebih luas terhadap market yang akan dilayani Garuda Group. Kalau mereka satu grup, di hadapan kreditur pun makin bagus karena size-nya makin besar,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (25/8/2023).

Lebih lanjut, Toto mengatakan agar penggabungan ketiga maskapai pelat merah tersebut sukses, masing-masing sebaiknya tidak menduplikasi layanan di segmen pasar yang sejenis.

“Biarkan Citilink tetap fokus di LCC, Pelita mungkin kembali ke model lama pesawat carter logistik, sedangkan Garuda di pasar domestik rute gemuk atau Asia Timur yang gemuk seperti China dan Jepang. Kalau segmen pasarnya jalan, seharusnya oke oke saja merger ini,” tuturnya.

Ilustrasi Garuda Indonesia. (Dimas Ardian/Bloomberg)


Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan Garuda Indonesia akan menjadi entitas induk yang menaungi pembentukan holding perusahaan pelat merah sektor penerbangan, yang juga mencakup Citilink dan Pelita Air.

Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga mengatakan sampai saat ini skema merger Garuda Indonesia Group dan Pelita Air masih terus dimatangkan. Belum ada keputusan final terkait dengan struktur entitas hasil peleburan maskapai-maskapai tersebut.

“Apakah nanti di bawah Garuda? Atau nanti masuk ke dalam Citilink? Ini kita belum tahu, masih dikaji. Namun, nanti [holding BUMN penerbangan] akan berada di bawah naungannya Garuda. Begitu,” ujarnya saat dimintai konfirmasi, Kamis (24/8/2023).

Dia menjelaskan upaya merger Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air merupakan bagian dari rencana besar Kementerian BUMN untuk menggabungkan perusahaan-perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor industri yang sama.

“Jadi kami berminat dan berniat untuk menjadikan satu BUMN memegang satu jenis industri. Ini ada [sektor] penerbangan. Ada dua perusahaan, Pelita dan Garuda. Citilink bagian dari Garuda juga. Dengan demikian, kami melihat [ada peluang untuk] dimergerkan,” tuturnya.

(wdh)

No more pages