Perkembangan ini, demikian Perry, membuat ketidakpastian di pasar keuangan dunia masih tinggi sehingga aliran modal semakin selektif. Akibatnya, mata uang negara-negara berkembang mengalami tekanan, termasuk di Indonesia.
Meski begitu, sambung Perry, stabilisasi nilai tukar rupiah tidak harus dengan ikut menaikkan suku bunga acuan.
"Jamunya bukan suku bunga, jamunya adalah intervensi di pasar spot maupun Domestic Non-Deliverable Forwards. Itu yang terus kami stabilkan, alhamdulillah pelemahan (rupiah) relatif rendah. Itu cara kita memproteksi ekonomi domestik dari rambatan global," terang Perry.
Pada Agustus, rupiah memang melemah 1,41% secara point-to-point dibandingkan akhir bulan sebelumnya. Namun sejak awal tahun, rupiah masih terapresiasi 1,78%.
"Penguatan nilai tukar rupiah lebih baik dibandingkan rupee India yang terapresiasi 0,07%, baht Thailand dan peso Filipina masing-masing terdepresiasi 1,32% dan 1,77%," jelas Perry.
(aji)