Menurut BNEF, diperlukan pendanaan yang besar untuk mengubah dinamika tersebut dan mengatasi pertumbuhan permintaan yang meningkat secara bersamaan. Untuk mencapai target pengeluaran tahun 2050 yang sesuai dengan tujuan iklim global, diperlukan investasi sebesar $438 miliar setiap tahun hingga batas waktu yang ditentukan. Hal ini merupakan lonjakan besar bagi sebuah negara yang hanya menginvestasikan $17 miliar dalam teknologi transisi energi tahun lalu.
Investasi akumulatif untuk memperluas kapasitas pembangkitan tenaga listrik saja harus mencapai US$2,8 triliun pada tahun 2050. Sebanyak US$2,7 triliun di antaranya merupakan investasi bersifat rendah karbon, atau lebih dari US$90 miliar per tahun.
"Membangun semua infrastruktur yang diperlukan akan memerlukan investasi dengan skala dan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mungkin saja tidak dapat dipenuhi oleh bank-bank India sendiri," kata Shantanu Jaiswal, kepala riset India di BNEF.
Modal global telah berhati-hati. Menurut BNEF, delapan dari sepuluh dana pensiun dan dana kekayaan negara terbesar di dunia belum berinvestasi di sektor energi terbarukan India. Sementara dana pensiun dan asuransi jiwa di India sendiri menghadapi pembatasan.
India telah mengajukan pertanyaan tentang modal global berulang kali, tetapi terhambat oleh ketidakefisienan di pasar tenaga listriknya. Di tambah lagi baru-baru ini, India terkena dampak tidak langsung dari Undang-Undang Pengurangan Inflasi Amerika Serikat (AS) dan upaya Eropa untuk menarik investor energi ramah lingkungan.
"India perlu menetapkan jalur dekarbonisasi yang spesifik pada sektor tertentu, dan mengembangkan kebijakan-kebijakan yang memungkinkan untuk memanfaatkan semua sumber pendanaan global dan domestik," kata Jaiswal dari BNEF.
Dalam seknario 2050 BNEF yang ambisius, emisi terkait pembangkit tenaga listrik di India akan mencapai puncak pada 2024. Emisi di sektor transportasi akan mencapai puncak pada 2028, dengan pesatnya penggunaan kendaraan listrik.
Sementara emisi industri diperkirakan akan mencapai titik maksimum pada 2031 diikuti oleh penurunan tajam. Menurut BNEF, teknologi akan berperan, baik itu hidrogen hijau dalam produksi baja atau enangkapan karbon yang dapat mengurangi 56% emisi dari produksi semen.
Untuk transportasi jalan raya, elektrifikasi akan memerlukan infrastruktur pengisian daya serta pasokan listrik ramah lingkungan dan terjangkau untuk memenuhi peningkatan permintaan. Menurut skenario nol emisi karbon BNEF, dampak terhadap permintaan berarti India bisa mengakhiri impor bahan bakar fosil pada tahun 2050. Hal ini hampir memenuhi tujuan Perdana Menteri Narendra Modi untuk menjadikan India sebagai negara mandiri dalam energi pada tahun 2047.
Dalam skenario yang kurang ambisius, yaitu penilaian dasar mengenai bagaimana sektor energi dapat berkembang sebagai hasil dari perubahan teknologi yang didorong oleh biaya dan bukan kebijakan, komposisi energi India masih akan membaik. Meskipun pengeluaran lebih kecil dengan rata-rata $262 miliar per tahun.
Dalam skenario tersebut, alih-alih mencapai nol emisi karbon pada tahun 2050, emisi terkait energi di India meningkat lebih dari seperlima dari level 2021. Dengan sektor energi, sebagai kontributor utama, baru akan mencapai puncaknya pada tahun 2036.
Sebagai satu-satunya negara dengan pendapatan menengah ke bawah di antara penghasil emisi terbesar, India bertujuan untuk mengurangi intensitas emisinya terhadap PDB sebesar 45% dari level 2005 pada tahun 2030. India juga ingin setengah dari kapasitas pembangkit listriknya menggunakan sumber-sumber ramah lingkungan, seperti tenaga surya, angin, nuklir, dan air pada akhir dekade ini.
(bbn)