“Reopening di China sangat dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dunia. Sebagai kekuatan ekonomi nomor dua, konsumsi rumah tangga China yang meningkat dan belanja modal akan menggerakkan arus perdagangan kala permintaan di negara-negara Barat melemah,” papar Frederic Neumann, Kepala Ekonom untuk Asia di HSBC Holdings Plc.
Untuk sektor jasa, China akan membuat angka penerbangan internasional bangkit dan menyumbang 15-25% dari angka sebelum pandemi pada Maret 2023. Analis Barclays Plc, berdasarkan data Ctrip International Ltd, menyebut pemesanan penerbangan internasional saat musim liburan Tahun Baru Imlek melonjak 260% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia adalah beberapa negara yang mendapat berkahnya.
Sebelum pandemi Covid-19, China mengalami defisit neraca jasa sebesar US$ 260 miliar. Sekitar 85% dari itu akibat pariwisata ke luar negeri.
Negara tujuan wisata di Asia seperti Thailand dan Vietnam juga menantikan peningkatan turis China. Tahun lalu, Thailand dikunjungi oleh 11,5 wisatawan asing.
Pada 2019, sebelum pandemi, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Thailand mencapai 40 juta di mana hampir seperempat berasal dari China. Pemerintah Thailand memperkirakan jumlah wisatawan asing tahun ini adalah 25 juta.
Kebangkitan konsumsi domestik di China pun akan meningkatkan permintaan barang-barang impor. S&P Global memperkirakan penjualan ritel dunia pada 2023 akan tumbuh 5,8%.
Keyakinan Konsumen
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa kebangkitan China akan akan berjalan linear. Krisis kesehatan masih mendera sehingga membayangi pemulihan permintaan dan keyakinan konsumen.
Harga properti di China masih turun. Dampak stimulus dari pemerintah sejauh ini juga masih terbatas.
“Saat situasi pandemi di China sudah reda dan mereka benar-benar membuka diri, yang kira-kira terjadi pada Maret, mungkin dampaknya akan lebih mengecewakan dibandingkan harapan. Stimulus pemerintah masih terbatas dan uang yang dibelanjakan untuk meningkatkan permintaan juga lebih sedikit,” sebut Freya Beamish, Kepala Ekonom TS Lombard.
Selain itu, ada kekhawatiran peningkatan permintaan China akan memicu inflasi global. Bloomberg Economics memperkirakan reopening akan membuat ekonomi China tumbuh 5,1%. Itu akan menambah inflasi global sebanyak 0,9 poin persentase.
Rhee Chang-yong, Gubernur Bank Sentral Korea Selatan, menyebut reopening China akan meningkatkan ekspor Negeri Ginseng. Namun pada saat yang sama akan menyebabkan tekanan inflasi.
“China ekonomi China pulih dengan cepat, maka akan positif bagi transaksi berjalan Korea Selatan. Namun akan membuat harga minyak naik,” ungkap Rhee.
Meski begitu, dunia tentu menyambut baik kebangkitan China. Jika sesuai perkiraan, maka China bisa menyumbang separuh dari pertumbuhan ekonomi dunia.
“Dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang terbatas di AS dan Eropa, di mana ada risiko resesi di sana, proyeksi pertumbuhan 5,8% di China pada 2023 akan sangat impresif. Ini akan sangat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi global,” tutur Alicia Garcia-Herrero, Ekonom untuk Asia-Pasifik di Natixis SA.
(aji/rui)