Untuk itu, lanjut Dadan, kementerian masih melihat peluang untuk meningkatkan standar oktan pada BBM. Sebab, kata dia, makin besar oktannya akan menghasilkan emisi yang sedikit.
"Jadi, kita lagi liat juga apakah bisa dilakukan upaya untuk peningkatan angka oktan untuk bahan bakar,” tegas Dadan.
Selama dua pekan belakangan terakhir, indeks kualitas udara di Jakarta masih buruk. Bahkan, pernah mencapai terburuk di antara kota-kota dunia.
Kondisi itu tidak disangkal Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Menurutnya, kualitas udara di kawasan Jakarta—Bogor—Depok—Tangerang—Bekasi (Jabodetabek) kian memburuk beberapa waktu terakhir ini.
Kepala Negara menyinggung, salah satu pemicu udara buruk itu yakni adanya aktivitas industri dan PLTU berbasis batu bara. Dia bahkan pemerintah akan mengawasi ketat sektor industri dan pembangkit listrik, terutama di sekitar Jabodetabek.
Berdasarkan data Global Energy Monitor, terdapat setidaknya 16 PLTU berbasis batu bara yang radiusnya tidak jauh dari DKI Jakarta. Mereka a.l. PLTU Banten Suralaya, PLTU Cemindo Gemilang, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Merak, PLTU Cirebon PTIP, PLTU Jawa-7, PLTU Banten Labuan, PLTU DSS Serang, PLTU Banter Lontar, PLTU Cikarang-Babelan, PLTU Pindo-Deli-II, PLTU Fajar, PLTU Indo Bharat Rayon, PLTU Purwakarta Indorama, PLTU Banten Serang, dan PLTU Bandung Indosyntec.
Sekadar catatan, kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya pada Kamis, (24/8/2023) masih buruk dan masih dalam skala berbahaya bagi kesehatan, menurut IQAir. Indeks kualitias udara Jakarta hari ini bertengger di level 160 dan tetap bertanda merah menyala. Sementara itu, polutan utama pada PM2.5.
(ibn/wdh)