Logo Bloomberg Technoz

Selain korelasi yang rendah dengan UST, faktor lain mengapa surat utang dari emerging market Asia menjadi favorit pemodal sejauh ini adalah dukungan dari pergerakan valuta lokal yang cukup tangguh ditambah disinflasi yang berjalan lebih cepat terimbas pelemahan permintaan dari China.

Pergerakan yield SUN tidak memiliki korelasi dengan yield surat utang AS (Bloomberg)

Kenaikan tingkat imbal hasil US Treasury yang sangat cepat dan fluktuasinya cukup tajam, dengan beberapa hari lalu sempat melesat ke level tertinggi dalam 16 tahun terakhir, menjadi tantangan besar bagi surat utang di kawasan lain, terutama pasar negara berkembang.

Ketika imbal hasil UST naik, secara alamiah dana pemodal global akan tertarik kesana karena global fund mencari yield lebih tinggi dengan posisi Amerika yang memiliki peringkat kredit superior dibandingkan peringkat utang di emerging market, termasuk Indonesia.

Akan tetapi, apa yang terjadi di Asia sejauh ini memperlihatkan tren sedikit berbeda.

"Di Asia, terjadi siklus berbeda karena China di mana apa yang terjadi di Tiongkok dampaknya lebih besar pada perekonomian emerging market yang itu mendukung pasar surat utang mereka," jelas Rajeev De Mello, global macro portfolio manager di Gama Asset Management, dikutip oleh Bloomberg News, Kamis (24/8/2023).

Tren tersebut mungkin bisa mendorong para investor untuk memikirkan lagi prediksi bullish di pasar surat utang emerging market, di mana itu didasarkan pada ekspektasi bahwa kurva akan bergerak lebih rendah seiring dengan dimulainya siklus pemangkasan bunga acuan.

Bank sentral di Chile, Brasil, dan Hungaria telah memangkas bunga acuan mereka kuartal ini sementara Peru, Kolombia, Meksiko, Republik Ceska. dan Polandia diprediksi akan segera menurunkan bunga acuan tahun ini, berdasarkan hasil survei Bloomberg terhadap para ekonom.

Di arah berlainan, bank sentral Indonesia, Filipina, Thailand, Malaysia, India, dan Korea Selatan, diperkirakan akan mempertahankan bunga acuan sampai akhir tahun ini, berdasarkan hasil survei Bloomberg

Meski begitu, rata-rata tingkat imbal hasil surat utang negara tenor 10 tahun di negara-negara berkembang Asia selain China, telah mencatat kenaikan 21 bps pada kuartal ini, lebih kecil daripada kenaikan 26 bps imbal hasil surat utang di EMEA dan 53 bps di Amerika Latin, berdasarkan perhitungan Bloomberg.

Performa valuta di Amerika Latin dan Eropa Tengah dan Timur juga lebih buruk dengan pelemahan sedikitnya 0,9% dibandingkan dengan pelemahan valuta Asia yang hanya 0,7% terhadap dolar Amerika. Relatif kuatnya mata uang Asia memberi sokongan terhadap aset-aset di kawasan tersebut.

Imbal hasil surat utang di Asia juga didorong oleh kestabilan dan prediksi suplai obligasi di pasar, sejurus dengan perkirakan kebijakan moneter yang dovish dari bank sentral, menurut Frances Cheung, strategist dari Oversea-Chinese Banking di Singapura.

Awal pekan ini, imbal hasil UST-10 tahun melesat hingga 2% sehari ke level 4,35%, level tertinggi sejak akhir 2007 silam akibat bergesernya perkiraan siklus penurunan bunga acuan Amerika menjadi kuartal II-2024. Di dalam negeri, sentimen itu sempat menyeret imbal hasil SUN tenor yang sama menapak ke 6,75%.

Sementara nilai tukar rupiah yang telah mengalami tekanan dalam beberapa waktu belakangan, hari ini terpantau melanjutkan penguatan ke kisaran Rp15.253/US$.

-- dengan laporan Marcus Wong dari Bloomberg News.

(rui/aji)

No more pages