Dengan kondisi seperti itu, penurunan pertumbuhan ekonomi China akan mempengaruhi ekonomi Indonesia, di mana IHSG bergerak salah satunya juga berdasarkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya domestik, gerak IHSG juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Sayangnya, bukan hanya dengan Indonesia, tindak tanduk ekonomi China juga menjadi salah satu penentu pertumbuhan ekonomi global. Saat ekonomi di negeri tirai bambu itu bagus, harga komoditas terkerek hingga memberikan efek positif terhadap negara-negara penghasil komoditas seperti Indonesia. Begitu pula sebaliknya.
Kondisi semakin kurang kondusif, lantaran sentimen pemulihan ekonomi China yang tidak secepat perkiraan, saat ini justru kian diperburuk dengan isu Evergrande.
"Pemberitaan properti [China] mengalami kebangkrutan, walaupun tidak berpengaruh secara langsung tapi dikhawatirkan akan mengganggu ekonomi China. Walaupun gangguannya tidak signifikan, tapi tetap mempengaruhi pasar sehingga investor cenderung akan wait and see melihat perkembangan China ke depan.Ini membuat pasar cenderung sideways," tutur Alfred.
Ekspor ke China
Data BPS yang melaporkan, ekspor non-migas Indonesia selama Juli 2023 ke negara China mengalami peningkatan hingga 7,52% menjadi US$4,93 miliar jika dibandingkan bulan sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, nilai ekspor Indonesia ke China mengalami penurunan hingga 1,97%.
"Peningkatan ekspor ke China utamanya didorong oleh ekspor komoditas besi dan baja, HS 72 dan bahan bakar mineral," ujar Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Selasa (15/8).
Ia menjelaskan dari tiga negara tujuan ekspor (China, Asean, Eropa) peningkatan pangsa pasar ekspor Indonesia hanya terjadi dengan China.
"Juli tahun lalu pangsa pasar Indonesia ke China mencapai 20,78%, namun pada Juli 2023 naik jadi 25,07%. Ekspor non migas Indonesia ke dua kawasan utama ASEAN dan Uni Eropa menglami penurunan," katanya.
Sementara itu Amerika Serikat (AS) menempati posisi ke dua negara tujuan pasar ekspor Indonesia dengan pangsa mencapai 10,35% terhadap total nilai ekspor nonmigas. Dengan komoditas utama adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, dan pakaian serta aksesoris terutama rajutan.
Posisi AS kemudian diikuti oleh India yang memegang 9,28% pangsa ekspor non migas Indonesia dengan nilai US$1,82 miliar. Ekspor RI ke India didorong komoditas utama lemak dan hewani nabati serta bahan bakar mineral.
Target IHSG
Meski sentimen China cukup kuat, menurut Alfred, pelaku pasar saat ini sudah cukup yakin dengan ekonomi Indonesia. Terutama, jika melihat pertumbuhan ekonomi di kuartal satu dan dua tahun ini.
Cuma memang, sebagian pelaku pasar masih wait and see menunggu informasi terbaru untuk memperkuat optimisme tersebut. Sehingga, IHSG yang cenderung jalan di tempat atau sideways hanya bersifat jangka pendek.
"Sideways ini sidatnya jangka pendek. Kami optimistis, pemberitaan ke depan akan lebih positif karena kami yakin di kuartal empat, kebijakan suku bunga tinggi akan berakhir sehingga memacu pertumbuhan ekonomi ke depan," jelas Alfred.
Setali tiga uang, Head of Equity Research, Strategy, Consumer Mandiri Sekuritas Adrian Joezer tak menampik pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan kurang menarik. Namun, ini tidak sampai menghapus optimisme pergerakan IHSG.
Ia mengamini, pelaku pasar sebelumnya memperkirakan pemulihan ekonomi baik dunia maupun domestik berjalan cepat. Sentimen depresiasi dolar Amerika Serikat (AS), pemulihan ekonomi China sebelumnya menjadi harapan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kenyataannya, perkiraan tersebut tidak sesuai ekspektasi hingga mempengaruhi IHSG. Namun setidaknya, inflasi inti dalam negeri yang rendah, risiko fiskal yang juga rendah, ditambah likuiditas domestik yang terjaga masih bisa menjadi sentimen positif untuk mendukung pergerakan IHSG di sisa semester dua tahun ini dan akan berlanjut pada 2024.
“Untuk 2023 kami menargetkan IHSG 7,180 pada target PE 13,6x. Base case kami terus mengharapkan volatilitas yang lebih tinggi di pada semester II-2023,” ujar Adrian.
Dalam situasi saat ini, ia merekomendasikan saham dengan kualitas fundamental yang baik. Saham emiten dengan pendapatan dan dividen yang tinggi juga menjadi pilihan.
Perlu dicermati juga saham emiten dengan volatilitas laba per saham atau earning per share (EPS) yang rendah.
Analisa saham Mandiri sekuritas mencakup puluhan konstituen IDX80. Dari konstituen ini, saham BBCA, BBRI, UNVR, TBIG dan beberapa saham lainnya memiliki skor volatilitas EPS yang rendah.
Sebaliknya, skor volatilitas tertinggi diisi sejumlah saham seperti MDKA, HRUM, ANTM, EXCL, dan sejumlah saham lain.
"Kami mengkombinasikan story bottom up. Yang menarik, kalau kita lihat lagi transisi pertumbuhan saham-saham ini ada kecenderungan performa lebih baik tahun depan di mana pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat. Saham dalam coverage kami banyak yang memberikan yield dividen di atas 5% bahkan lebih dari 6%," tutur Adrian.
(mfd/dhf)