Penyebabnya, banyak perusahaan yang membutuhkan proses penyesuaian untuk melakukan eksekusi terhadap lebih banyak sumur. Apalagi, banyak peralatan seperti rig yang tidak mendapatkan pemeliharaan dengan baik lantaran perusahaan tidak mendapatkan penghasilan ketika pandemi. Akibatnya, biaya untuk pemeliharaan rig menjadi lebih terbatas.
“Akhirnya ketika dibutuhkan rig lebih banyak, kondisinya tidak layak. Artinya, harus banyak perbaikan, butuh investasi, dan sebagainya. Mudah-mudahan tahun depan kita akan jauh lebih baik dengan kondisi misalnya peralatan rig lebih siap melakukan kegiatan di hulu migas ini,” terangnya.
Sumur Eskplorasi
Pada tahun ini, SKK Migas menargetkan penyelesaian 55 sumur eksplorasi. Nanang juga menargetkan penambangan 3 sumur tambahan seperti di Andaman yang menjadi daerah baru yang mulai dilirik, khususnya setelah penemuan Timpan-1 pada awal tahun ini.
Menurutnya, bila itu berhasil, ketiga sumur tersebut akan memberikan dampak luar biasa di Andaman yang dianggap sebagai area yang sebelumnya tidak memiliki kegiatan eksplorasi (remote area).
Eksplorasi, Nanang melanjutkan, akan dilakukan terutama di Indonesia bagian timur karena dinilai memiliki potensi yang belum ditindaklanjuti secara masif. Berbeda dengan Indonesia bagian barat yang cukup matang dari sisi eksplorasi.
“Misalnya ketemunya lapangan abadi Masela, lapangan Asap, Seram, dan sebagainya. Harapannya ketemunya lapangan-lapangan besar itu di Indonesia timur walaupun Indonesia barat juga masih punya peluang,” tuturnya.
Target Investasi
Pada perkembangan lain, SKK Migas menargetkan investasi hulu migas sejumlah US$15,5 miliar atau lebih tinggi 28% dari realisasi 2022. Sepanjang semester I-2023, realisasi investasi hulu migas baru mencapai US$5,7 miliar.
Menurut Nanang, progres investasi hulu migas terkendala isu pengeboran sumur karena penghentian keamanan (safety stand-down), ketersediaan rig, dan tenaga kerja.
Selain itu, Nanang melanjutkan, terdapat perubahan pola dari investor di sektor hulu migas. Banyak investor yang sudah tidak tertarik untuk melakukan investasi dalam jangka panjang.
SKK Migas pun berencana melakukan penyesuaian terhadap perubahan tersebut dengan memangkas siklus waktu.
Selama ini, eksplorasi setidaknya membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun karena setelah pengajuan rencana pengembangan atau plan of development (POD), terdapat proses peninjauan, lalu diterbitkan keputusan investasi atau final investment decision (FID), dan sebagainya.
“Namun, ada beberapa kasus yang paling cepat misalnya di Texcal Mahato di Sumatra tengah dekat Rokan. Mereka discovery, ajukan POD, di-apporve, langsung lakukan kegiatan development. Tidak sampai 2 tahun sudah produksi. Ada hal-hal yg bisa diakselerasi, tetapi tergantung ketersediaan infrastruktur. Kalau belum ada, tentu lebih lama dibandingkan dengan yang sudah ada,” kata Nanang.
(dov/wdh)