Logo Bloomberg Technoz

Merger GIAA, Citilink, Pelita: Ada Risiko PHK hingga Pangkas Rute

Dovana Hasiana
23 August 2023 15:12

Pesawat milik PT Garuda Indonesia Tbk (Bloomberg/Dimas Ardian)
Pesawat milik PT Garuda Indonesia Tbk (Bloomberg/Dimas Ardian)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Konstelasi industri maskapai penerbangan di Indonesia akan berubah drastis jika Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merealisasikan wacana merger Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.

Pakar penerbangan sekaligus Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) Alvin Lie menjelaskan ketiga maskapai pelat merah tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda, khususnya dalam hal pangsa pasar dan perizinan.

“Saya ulas satu per satu soal perizinan. Sepengetahuan saya, saat ini di Indonesia, setiap perusahaan [maskapai] hanya memiliki satu izin. Jadi, pemahaman saya, kalau merger nanti tidak ada lagi Citilink dan Pelita, yang ada hanya Garuda. Atau Garuda dihapus, jadi hanya Citilink atau Pelita,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (23/8/2023). 

“Kalau hanya menempatkan Citilink dan Pelita di bawah Garuda, nah Garuda sendiri juga holding. Ada holding di bawah holding. Lantas, apa fungsinya holding In Journey selama ini? Berarti tidak efektif kan?

Alvin Lie, Pakar penerbangan sekaligus Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI)

Sampai dengan saat ini, terang Alvin, belum dan tidak pernah ada maskapai penerbangan di Indonesia yang bisa memiliki lebih dari satu izin usaha penerbangan yang berbeda. Lion Air Group, yang sudah memiliki holding, sekalipun tetap memiliki izin perusahaan sendiri-sendiri untuk setiap maskapainya.

“Dengan kata lain, kalau Kementerian BUMN menyampaikan akan memerger Garuda, Citillink, dan Pelita; berarti hanya akan ada satu perusahaan. Nah, kalau jadi satu perusahaan, izin mana yang akan dipakai? Mau Garuda yang full service atau Pelita dan Citilink yang low cost carrier [LCC],” ujarnya.