Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg News

Bloomberg, Presiden Rusia Vladimir Putin menuntut para bawahannya dan bank sentral mengendalikan arus modal keluar dari Rusia dan mengurangi volatilitas di pasar keuangan. Ia juga mengingatkan akan adanya ancaman dari kenaikan harga-harga menyusul merosotnya nilai tukar mata uang rubel.

Instruksi ini disampaikan Putin pada sebuah pertemuan dengan para pejabat pemerintah pada Selasa (22/8/2023) yang disiarkan di televisi.

“Pemerintah dan Bank Sentral Rusia perlu bekerja untuk membatasi permintaan yang tidak produktif dan spekulatif dalam perekonomian, mengendalikan arus keluar modal, dan memantau perilaku pelaku pasar keuangan lainnya,” ungkap Putin. “Tugas utama adalah memantau inflasi, dan para pejabat harus secara aktif menggunakan alat yang mereka miliki.”

Pelemahan nilai tukar rubel

Awal pekan lalu nilai tukar rubel tembus 100 per dolar, ini menjadikannya berkinerja terburuk ketiga tahun ini di antara mata uang negara-negara berkembang lainnya. Hal ini memaksa bank sentral mengadakan rapat dadakan dan menaikkan suku bunga acuan sebesar 3,5 poin persentase dari 8,5% menjadi 12%.

Pihak berwenang juga bergerak dengan mengadopsi langkah-langkah pengendalian modal informal dengan meminta eksportir untuk menjual mata uang asing yang dimilikinya.

Kenaikan suku bunga juga merupakan bagian dari upaya mengendalikan inflasi sebelum pemilihan presiden yang akan diadakan pada Maret 2024, menurut orang-orang yang mengetahui masalah ini.

Inflasi meningkat menjadi 4,3% di bulan Juli. Bank sentral menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan rutin bulan lalu untuk pertama kalinya sejak invasi Ukraina pada Februari 2022.

Pelemahan rubel jadi pemicu inflasi

Gubernur Bank of Russia Elvira Nabiullina menyebut kemerosotan perdagangan luar negeri sebagai alasan utama pelemahan rubel dan mengaitkan inflasi yang lebih cepat dengan pengeluaran pemerintah yang lebih besar dan kekurangan tenaga kerja yang disebabkan oleh perang yang mahal yang sekarang memasuki bulan ke-18.

Putin mengakui adanya perpecahan di dalam pemerintah dan bank sentral terkait kebijakan ekonomi, setelah rubel merosot ke posisi terendah yang terakhir kali terlihat pada minggu-minggu setelah dimulainya invasi.

"Namun, sejauh ini kami selalu menemukan konsensus, dan kami akan menemukannya sekarang," katanya.

(bbn)

No more pages