Dia pun lantas meminta pemerintah dapat menggunakan metode evaluasi yang mengintegrasikan kualitas layanan listrik sebagai indikator kunci pencapaian terkait akses energi.
"Kelancaran evaluasi terhadap rasio elektrifikasi yang memperhitungkan kebutuhan akan listrik yang berkualitas, memerlukan koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian ESDM, PLN, Kementerian Desa, serta pemerintah daerah [pemda] dan provinsi,” ujar Alvin.
Manajer Program Akses Energi Berkualitas IESR Marlistya Citraningrum menambahkan, dari segi kebijakan, saat ini pemerintah juga telah memiliki payung hukum yang memberikan kewenangan lebih banyak terhadap pemda, khususnya dalam pengembangan energi terbarukan.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2023 Tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Subbidang Energi Baru Terbarukan.
“Penambahan kewenangan ini tentunya perlu diikuti dengan inisiatif pemerintah daerah untuk merancang program yang juga menjawab kebutuhan penyediaan akses energi, utamanya dengan energi terbarukan setempat," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Marlisa, desentralisasi energi dengan pemanfaatan sumber energi terbarukan akan membuka peluang eksplorasi pemanfaatan secara lebih luas dan partisipatif, sehingga dapat mempermudah akses listrik dan meningkatkan keandalan kualitasnya.
Perusahaan listrik pelat merah sendiri sebelumnya telah menargetkan rasio elektrifikasi hingga 100% pada 2024. Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan target tersebut sejalan dengan komitmen pemerintah agar semua masyarakat dapat merasakan akses listrik.
"Semoga dengan adanya listrik ini, dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menggerakkan roda perekonomian,” ujarnya medio Juli.
(ibn/wdh)