Tahun lalu, baru 28,2% pebelanja online yang memakai Paylater. Sementara pada 2023, angkanya naik menjadi 45,9%.
Minat itu diprediksi akan terus membesar di masa mendatang sejalan dengan karakteristik Gen Z yang relatif lebih akrab dengan transaksi keuangan nontunai dan tren gaya hidup konsumtif. Paylater jauh lebih mudah diakses ketimbang kartu kredit yang menerapkan seleksi lebih ketat.
Data Pefindo Kredit menyebut, pengguna Paylater umumnya berusia 20-30 tahun, sementara kartu kredit lebih banyak digunakan oleh masyarakat berusia 30-40 tahun.
Rasio utang bermasalah -nonperforming loan- dari produk Paylater sampai April lalu mendekati 10% atau lebih dari Rp3 triliun.
Tunggakan Paylater bermasalah itu pada gilirannya telah banyak menahan bank dalam memberikan fasilitas kredit bagi calon debitur muda.
"Kemudahan akses melalui aplikasi, gaya hidup konsumtif, kurangnya pemahaman tentang perencanaan keuangan pribadi, keinginan untuk segara memiliki barang atau pengalaman serta tekanan sosial dan dorongan dari teman sebaya [fear of missing out] dalam pengambilan keputusan keuangan, menjadi penyebab mengapa banyak anak muda menyukai Paylater,” kata Perencana Keuangan Andya Hardianti.
Kemudahan akses tanpa diimbangi pemahaman yang memadai tentang efek lanjutan dari keputusan berutang yang ceroboh, bisa berakibat fatal bagi masa depan keuangan seseorang. Skor kredit bisa memburuk dan akses terhadap produk pinjaman lain yang lebih dibutuhkan, jadi terbatas.
Dalam jumlah besar, kegagalan akses kredit karena terhalang tunggakan utang Paylater, adalah kabar buruk bagi perekonomian yang membutuhkan sokongan penyaluran kredit dengan sasaran terbesar di masa depan dari kalangan generasi muda.
Tunggakan Paylater atau pinjaman online lain sudah masuk dalam sistem riwayat perkreditan seseorang di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau dulu dikenal dengan istilah BI Checking.
OJK menyebut, ada fenomena bank tidak jadi memberikan kredit pada nasabah, kebanyakan nasabah muda yang mengajukan pinjaman KPR rumah pertama, karena tersangkut tunggakan Paylater bernilai relatif kecil yang membuat skor kreditnya jelek.
“Beberapa bank 'mengeluhkan' pada OJK, ini anak-anak muda banyak yang harusnya mengajukan KPR rumah pertama, yang lebih penting kan rumah, tapi nggak bisa karena ada utang di PayLater. Itu kadang hanya Rp300.000-400.000 tapi kemudian kredit skor jelek,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi.
"Saat ini yang tengah ngetren adalah Paylater dan itu harus menjadi kewaspadaan karena seringkali kita tergoda memakai Paylater, mungkin hanya Rp50 ribu di e-ecommerce, misalnya, akan tetapi sering dan banyak. Itu juga akan mempengaruhi skor kredit bila kita agresif belanja memakai Paylater," imbuh Direktur Utama Pefindo Kredit Yohanes Arts Abimanyu.
Bank Andalkan KPR
Ada kekhawatiran bila tren skor kredit yang buruk akibat ceroboh memakai Paylater atau pinjaman online lain, lama kelamaan mempengaruhi prospek kredit terutama yang menyasar debitur muda.
Terlebih saat ini perbankan di Tanah Air akan lebih banyak mengandalkan penyaluran kredit ke segmen konsumer seperti KPR, KKB dan kredit lain di kala permintaan kredit dari segmen korporasi masih belum pulih terimbas pelemahan ekonomi global.
Berdasarkan laporan kinerja beberapa bank pada semester I-2023, terutama untuk bank yang masih membukukan pertumbuhan kredit di atas rata-rata industri pada Juni sebesar 7,76%, lini kredit konsumer seperti KPR dan KKB menjadi pendorong utama selain penyaluran kredit di segmen UMKM.
Untuk mendorong laju kredit lebih kencang di sektor andalan tersebut, perbaikan literasi finansial agar kelayakan pemberian kredit terpenuhi penting digalakkan.
Berdasarkan hasil survei permintaan dan penawaran kredit perbankan terbaru yang dirilis oleh Bank Indonesia pekan lalu, prospek permintaan pembiayaan masih akan lesu sampai tiga bulan mendatang yaitu hingga Oktober nanti.
Penyebab utama, demikian hasil survei, adalah karena menurunnya kegiatan operasional akibat permintaan domestik yang melemah.
"Pembiayaan yang bersumber dari pengajuan kredit baru ke perbankan dalam negeri terindikasi melambat dibandingkan bulan sebelumnya," tulis BI dikutip Rabu (22/8/2023).
Hasil survei mencatat, penyaluran kredit baru oleh perbankan pada Juli diprediksi melambat signifikan yaitu dari Saldo Bersih Tertimbang 81,7% pada Juni menjadi cuma 45,1% pada Juli.
Sementara prospek permintaan kredit dari rumah tangga diprediksi masih akan stabil dalam tiga bulan ke depan, terutama untuk jenis kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah.
-- dengan bantuan laporan Krizia P. Kinanti dan Sultan Ibnu Affan.
(rui)