Berdasarkan data dari pembicaraan di sosial media tersebut, publik menilai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) tidak menyelesaikan permasalahan polusi udara di Jakarta.
Penyebabnya, wacana ini adopsi justru memperparah polusi udara di Jakarta karena EV membutuhkan sumber energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara, yang dicap sebagai salah satu penyumbang polusi.
Publik menilai kendaraan listrik memang tidak menghasilkan emisi dalam operasionalnya sehari-hari, tetapi tetap terdapat emisi yang dihasilkan oleh PLTU untuk menghasilkan energi listrik dari kendaraan tersebut.
“Jadi publik menilai sama saja menggunakan mobil listrik atau mobil berbahan bakar minyak [BBM]. Sama-sama menghasilkan polusi,” terangnya.
Selain itu, publik juga menilai PLTU batu bara merupakan sektor penyumbang polusi tertinggi di Jakarta. Keberadaan dari pembangkit listrik di sekitar Jakarta dinilai turut menghasilkan polusi yang terbawa angin hingga Jakarta.
Pada kesempatan yang sama, peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan kendaraan listrik tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk transisi energi bila pemerintah tidak melakukan perbaikan pada sektor hulu.
Heri menilai perlu ada transformasi dalam sektor pembangkit listrik yang selama ini masih berbasis batu bara.
“Transisi energi tidak hanya parsial, hanya mobil listrik sementara pembangkit masih [masih berbasis] batubara. Hulu harus diubah untuk melakukan transisi listrik berbasis energi baru terbarukan [EBT],” tutupnya.
Indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta dan sekitarnya pada hari ini, Selasa (22/8/2023) masih buruk. Terbukti melalui pengukuran yang diterakan lewat situs jejaring pemantau kualitas udara Iqair, indeks AQI US, indeks kualitas udara Jakarta masih berada di level 165 dan bertanda merah. Sementara itu, polutan utama pada PM2.5 sebagaimana diakses pada pukul 11.00 WIB.
Tertera pada penjelasan pengukuran bahwa kondisi ini masih tidak sehat. Sementara itu, konsentrasi polutan yang di Jakarta pada hari ini hingga 16,6 kali polutan kadar tidak sehat sebagaimana panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).
Berdasarkan data Global Energy Monitor, terdapat setidaknya 16 PLTU berbasis batu bara yang radiusnya tidak jauh dari DKI Jakarta. Mereka a.l. PLTU Banten Suralaya, PLTU Cemindo Gemilang, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Merak, PLTU Cirebon PTIP, PLTU Jawa-7, PLTU Banten Labuan, PLTU DSS Serang, PLTU Banter Lontar, PLTU Cikarang-Babelan, PLTU Pindo-Deli-II, PLTU Fajar, PLTU Indo Bharat Rayon, PLTU Purwakarta Indorama, PLTU Banten Serang, dan PLTU Bandung Indosyntec.
(dov/wdh)