Selain itu, menyitir berdasarkan data Neraca Energi 2022 dari Kementerian ESDM, Heri mengatakan saat ini batu bara paling banyak digunakan sebagai sumber daya PLTU.
Dia juga mengutip pernyataan dari PT PLN (Persero) yang mengatakan PLTU batu bara masih akan tetap mendominasi hingga 2030. Adapun, transisi kepada PLT berbasis EBT masih minim dilakukan.
“Seharusnya ada upaya agar mempercepat atau akselerasi untuk pembangkit listrik yang bertenaga bukan merupakan batu bara atau [menggunakan] EBT,” jelasnya.
Heri juga menyoroti diskursus yang memperdebatkan apakah polusi udara berasal dari industri atau transportasi.
Faktanya, berdasarkan dari data Kementerian ESDM pada 2023 bertajuk Final Energy Consumption by Sector, sektor industri adalah yang paling banyak menyerap energi dengan volume mencapai 534 juta barrel of equivalent (BOE). Sementara itu, sektor transportasi berada di peringkat kedua dengan angka 428 juta BOE.
“Industri paling banyak konsumsi energi, karena mengkonsumsi energi paling banyak, otomatis menghasilkan residu atau emisi. Kita lihat sekarang, berupa polusi,” tuturnya.
Heri pun mendorong pemerintah untuk menciptakan ekosistem penggunaan energi bersih, hijau dan ramah lingkungan, khususnya pada pembangkit listrik berbasis EBT. Menurutnya, terdapat sumber atau bahan bakar lainnya untuk pembangkit listrik, dimulai dari panas bumi, surya, solar panel, gas, atau bahkan nuklir.
Heri mengakui dibutuhkan investasi yang besar dalam transisi tersebut, tetapi rencana dalam jangka panjang ini harus dimulai dari sekarang untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.
“Ditentukan mana yang paling feasible atau memungkinkan dalam aspek investasi untuk dilakukan dalam jangka menengah dan panjang. Tentunya harus diutamakan yang ramah lingkungan dan menghasilkan emisi yang sedikit atau bahkan tidak ada [emisi]. Ini perlu diupayakan,” ujarnya.
Indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta dan sekitarnya pada hari ini, Selasa (22/8/2023) masih buruk. Terbukti melalui pengukuran yang diterakan lewat situs jejaring pemantau kualitas udara Iqair, indeks AQI US, indeks kualitas udara Jakarta masih berada di level 165 dan bertanda merah. Sementara itu, polutan utama pada PM2.5 sebagaimana diakses pada pukul 11.00 WIB.
Tertera pada penjelasan pengukuran bahwa kondisi ini masih tidak sehat. Sementara itu, konsentrasi polutan yang di Jakarta pada hari ini hingga 16,6 kali polutan kadar tidak sehat sebagaimana panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengawas Polusi di wilayah Jabodetabek. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani.
Dia mengatakan pembentukan satgas ini bertujuan untuk mengecek dugaan penyebab polusi parah di Jabodetabek termasuk sejumlah industri, PLTU hingga tempat-tempat pembakaran terbuka yang mana berpotensi menyebabkan polusi di Jakarta dan sekitarnya.
Beberapa bulan terakhir, kualitas udara Jabodetabek amat buruk bahkan menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Polusi udara dengan polutan tinggi yang dikandungnya sudah pada level mengkhawatirkan. Pemerintah lalu menyatakan akan melakukan intervensi mulai jangka pendek hingga jangka panjang.
"Tadi kami sampaikan ada 6 tim dan kita pergi ke 8 lokasi. Pertama Jakarta, kedua Bogor, kemudian juga Bekasi dan Karawang," ujar Rasio ketika ditemui di KLHK, Jakarta pada Senin (21/8/2023).
Adapun, pengecekan lokasi akan dilakukan meliputi industri yang memiliki PLTU (kertas maupun semen), lokasi penggunaan batu bara, lokasi peleburan metal (logam, baja) hingga tempat-tempat pembakaran terbuka.
(dov/wdh)